Saturday, March 3, 2007

IMAN

Bagi kita yang beragama Islam, tentu kita sangat faham apa itu iman dan rukun iman itu, pertama : Percaya adanya zat yang maha tau, yaitu ALLAH, kedua : Percaya adanya Rasul-rasul Allah, ketiga : Percaya akan malaikat-malaikat, keempat : Percaya adanya kitab-kitab suci yang telah diwahyukan oleh Allah kepada Rasul-rasulnya, kelima : Percaya akan adanya hari akhirat (kiamat) dan yang keenam atau yang terakhir : Percaya akan adanya Qhada dan Qhadar, begitu kira2 yang saya tau dan mohon maaf jika urutannya tidak benar.

Dari keenam rukun iman ini terlihat bahwa substansinya adalah PERCAYA...., tanpa kita percayai dapat dipastikan kita tidak pernah beriman, tidak beriman, kepada siapapun..., konsekuensinya tentu saja kita tidak akan pernah patuh akan perintah-perintahnya, takut akan sangsi-sangsinya dan percaya dengan apa yang disampaikan atau diinformasikannya, huruf "n" dalam kata " nya " dalam tulisan ini sengaja tidak saya besarkan hurufnya karena dalam kontek percaya, bisa saja " nya " ini berwujud pimpinan, lembaga, institusi, suami, istri, anak dan sebagainya, sementara "Nya" dalam huruf besar saya tujukan kepada sang khaliq yaitu Allah.
Tanpa bermaksud mengupas tentang rukun iman atau hal-hal yang berbau religi, yang memang bukan bidang dan pengetahuan tentang ini masih sangat dangkal penulis ketahui, ternyata PERCAYA ini merupakan hal yang sangat utama untuk ditanamkan dalam hati kita masing-masing sebelum kita melaksanakan apa saja. Dalam kegiatan ibadah, apa mau kita sholat, puasa, membaca al_quran dan kegiatan ibadah lainnya kalau kita tidak percaya ?, kemudian dalam kehidupan sosial apa mau kita mentaati peraturan kalau kita percaya dengan sipembuat aturan, mungkin saja mau patuh tapi " kalau ada yang jaga ", jadi intinya kita percaya aja dulu....
Krisis kepercayaan, atau sikap tidak lagi percaya dengan segala sesuatu yang disampaikan oleh para pemimpin, pejabat, tokoh negeri dan bahkan apa-apa yang telah dijanjikan dan diancamkan oleh Allah sekalipun, sudah mulai disikapi dengan santai, acuh tak acuh, cuek, nggak mau tahu, penyakit jiwa ini sedang mewabah dinegeri ini. sekelumit anekdot tentang krisis kepercayaan ini penulis selipkan dalam tulisan ini, dan seandainya dari pembaca yang tersinggung dengan anekdot ini, sebelumnya penulis memohon maaf ...., begini ceritanya....
Alkisah, ada orang yang sangat miskin membutuhkan uang sebesar 1 juta untuk membeli sesuatu yang sangat dibutuhkannya, setelah berusaha kesana dan kesini, bekerja ini dan itu, tetap saja uang 1 juta tersebut tidak dapat diperolehnya, tanpa habis akal ditulis surat kepada ALLAH, karena dia sangat yakin dan percaya Allah itu maha pengasih dan maha penyayang , "ya Allah, hambamu ini sangat miskin dan membutuhkan uang, tolong ya Allah kirimi hamba uang sebesar 1 juta" begini kira2 bunyi surat orang tadi kepada Allah. Pada amplop surat ditulisnya " Kepada Yth. Allah dimana saja berada, dan pada alamat sipengirimpun dia tulis alamat lengkapnya. saat petugas kantor pos melakukan sortir surat-surat yang akan dikirim, pak bos bingung kemana surat ini akan saya kirimkan, setelah memutar otak, pak pos menyerahkan surat tersebut kepada Bapak Camat dimana sipengirim surat berdomisili, karena menurut sepengetahuannya pak camat dan para pemimpin di negeri ini adalah wakil-wakil Allah dimuka bumi ini, jadi pantas dan tepat kalau surat ini saya serahkan pada beliau..., setelah membaca surat ini pak camat sedih dan terharu, tetapi karena dana untuk itu tidak tersedia, sementara uang dikantong juga tidak ada, pak camat meneruskan surat tersebut kepada salah satu instansi yang menurut beliau " basah ", biar nggak bingung, sebut saja kantor dimana penulis bekerja, yaitu Kantor Pertanahan (BPN). seketika menerima surat dimaksud kepala kantor yang kebetulan sangat humanis ini segera menggelar rapat mengumpulkan staf-stafnya, hasilnya dari rapat tersebut terkumpullah dana sumbangan sebesar 800 ribu, dan setelah dimasukkan dalam amplop tertutup, oleh kepala kantor diutuslah salah seorang staf untuk menyampaikan bantuan tersebut kepada orang miskin tadi. assalamualaikum, kami dari kantor BPN pak, membawa bantuan yang bapak butuhkan, kira-kira begitu yang diucapkan oleh pegawai BPN yang diutus tadi kepada bapak yang sangat miskin ini, dengan tergesa-gesa orang miskin ini segera merobek amplop dan menghitung isinya dan tanpa mengucapkan terima kasih apalagi mempersilahkan pegawai BPN ini untuk masuk, orang miskin ini ngeloyor pergi kekamarnya dan duduk diatas meja dan kursinya yang sudah reot, mengambil secarik kertas dan segera menulis, ya Allah ya tuhanku, uang yang engkau kirimkan telah hamba terima, tetapi karena uang tersebut engkau titipkan dengan pegawai BPN, uang tersebut telah dipotongnya sebesar 200 ribu, sehingga yang hamba terima cuma 800 ribu....
Fenomena ini tanpa kita sadari sudah terjadi disekitar kita dan mungkin sudah mulai menjangkiti kita, karena apa...?, karena kita terlalu lama dibohongi oleh dogma-dogma yang dibuat oleh " kita sendiri ", makna percaya itu berangsur-angsur telah hilang dari arti sesungguhnya, sekarang bagaimana dan dengan cara apa kita pulihkan semua ini, ini adalah tanggung jawab kita semua, siapapun dan apapun professi dan status sosial kita, persoalan ini ada dipundak kita masing-masing, mendidik dengan cara memberitahu bagi yang tau, mendidik dengan cara mencontohkan bagi yang patut dicontoh, melawan, mengkritik, menuntut, meminta bagi yang patut untuk dilawan, dikritik, dituntut dan dimintai, mudah2an denga cara ini TSUNAMI SOSIAL sebagai mana yang diramalkan oleh dewan rektor se Indonesia tidak akan pernah terjadi di negeri yang indah ini, karena jika itu terjadi anak bangsa ini juga yang akan membiayainya......

INTROSPEKSI

Dalam bahasa inggris tertulis introspection, yang dalam Oxford Dictionary diartikan dengan “ the careful examination of your own thoughts, feeling, etc.” makna dari kata ini agak mengusik saya saat, apa mungkin saat ini masih ada orang yang melakukan introspeksi terhadap kronologis perbuatan, sikap dan prilaku yang telah dikerjakannya sendiri dan seandainya ada, apa masih objektifkah penilaian itu ?, kemudian apa tolok ukur dan nilai-nilai yang dijadikannya pembanding dalam melakukan introspeksi ?.

Di zaman semua ukuran dan tata nilai menjadi kabur seperti saat ini, rasanya cukup sulit melakukan introspeksi atau auto-kritik terhadap diri sendiri, mungkin saja pernah kita lakukan dan bahkan barangkali sering kita lakukan kegiatan yang namanya introspeksi ini, tetapi dapat dipastikan hasilnya pasti lebih cenderung bersifat subjektif dibanding objektif, karena didalam hati, otak dan jantung kita saat ini telah diformat dan disetting oleh situasi, keadaan, dan system nilai yang tidak lagi memiliki aura kemurnian dan keaslian, sehingga setiap kita selesai melakukan introspeksi, hasilnya selalu tertuju keluar dan menunjuk kearah lain, ntah itu orang, situasi dsbnya, jarang sekali hasilnya menunjuk ke dalam atau kearah diri kita sendiri. Seyogyanya introspeksi yang kita lakukan akan memberikan feedback ke dalam diri kita sendiri, seharusnya hasil dari sebuah introspeksi berupa sebuah keadaan psikhis yang menyatakan “ bahwa ini terjadi karena aku berbuat /melakukan ini, atau karena aku tidak berbuat/melakukan ini “

Kegiatan introspeksi selalu dianjurkan, atau cenderung dilakukan pada saat seseorang mengalami hal-hal yang kurang berkenan atau tidak mengenakkan, sedang sial, tidak beruntung, sedih, jutek, dsbnya, dsbnya. Langka dan jarang sekali seseorang melakukan introspeksi pada saat dia mengalami hal-hal yang enak-enak, bahagia, happy atau sedang mengalami kesuksesan.

Bagaimana sich cara melakukan introspeksi yang baik dan biar hasilnya objektif …?
Wach, saya sich bukan pakar dibidang itu, jadi jawabnya nggaaaak tau’, tapi introspeksi sering saya lakukan dengan cara terlebih dahulu membuka dan membiasakan diri untuk rela dan bersedia dikritik, legowo menerima semua kritik walau sepedas, sepahit, sepanas sekasar apapun kritik itu dilontarkan kepada saya, karena pesan almarhum orang tua saya yang sampai saat ini tetap saya patuhi dan jadikan pegangan adalah “ besarlah kamu dari kritikan, jangan kamu besar karena pujian “. Sederhana memang petuah itu tapi sangat dalam maknanya dan pengaruhnya dalam hidup dan kehidupan saya……

Sekarang apa sih hubungannya antara introspeksi dengan kritik, maksud saya cobalah, ayo dong segera kita melakukan introspeksi diri pada saat kita dikritisi, kalau selama ini anda biasa menerima kritik dan tidak pernah benci atau marah dengan orang yang melakukan kritisi, saya yakin dan percaya, hasil dari introspeksi yang kita lakukan akan membawa hasil yang baik, objektif dan mengarah kearah kita, ke dalam, bukan ke luar….

Kemudian arahkan introspeksi pada kesalahan-kesalahan, kekeliruan-kekeliruan yang kita lakukan jangan pernah menunjuk pada kesalahan dan kekeliruan orang lain, sulit memang mengakui atau melihat kesalahan dan kekeliruan kita, tapi tidak akan sulit kalau kita membiasakan dan membuka diri untuk dikritisi, karena dengan kritikan kita seolah-olah berdiri didepan cermin, melihat dan telanjang dan tidak ada yang ditutup-tutupi.
Akhirnya saya ingin mengajak semua yang namanya manusia untuk senantiasa melakukan kegiatan rutinitas yang namanya “ introspeksi “ karena dengan introspeksi berarti kita melakukan reparasi dan perbaikan dalam diri kita sendiri, tapi mari kita sama-sama mengingatkan diri kita sendiri agar pada akhir dari perjalanan introspeksi itu ada kesimpulan yang bermakna : “ bahwa sesuatu itu terjadi disebabkan ini yang menunjuk ke dalam, bukan disebabkan oleh itu yang menunjuk keluar “ karena menurut saya itulah makna hakiki dari INTROSPEKSI.

Pelayanan Butuh Pengorbanan

Turun dari pesawat Garuda Batam-Jakarta, saya berniat untuk merubah kebiasaan yang dulunya selalu naik Damri menuju hotel tempat saya menginap, dengan coba2 menaiki taxi yang namanya silver bird, yach sekali-kali boleh khan merubah strata sosial dari kelas ekonomi ke kelas executive menengah, kalau yang terlalu tinggi kayaknya nggak bisa dan belum mampu.

Setelah menunggu pesanan kira-kira 10 menit, sebuah sedan hitam berhenti ditempat saya menunggu dan layaknya seorang executive saya dibukakan pintu dan dipersilahkan masuk dan duduk dijok belakang, tidak seperti biasanya, saya lebih senang duduk di samping pak supir, tapi kali ini karena udah niat untuk sedikit bergaya borju, saya hilangkan kebiasaan itu.

“ selamat malam pak”, sapa sang supir dengan ramah kepada saya
“ Selamat malam “ jawab saya
Kemudaian sang supir langsung memperkenalkan namanya dan jenis taxinya kepada saya, wach…nggak pernah-pernahnya saya naik taxi yang supirnya begini, professional dan terkesan sangat ramah dan bersahabat.

Mendapat perlakuan yang demikian menyenangkan, tentu saja membuat saya tersanjung dan kagum atas sikap seorang supir taxi yang begitu ramah dan menyenangkan ini, sehingga timbul di dalam hati saya untuk mengulangi lagi kesempatan ini di lain waktu nantinya.
Selain keramahan yang diberikan sang supir yang belakangan saya ketahui bernama Edy ini, cara melayani yang diberikannya untuk memuaskan pelanggan bukan hanya dari sikap dan tutur-katanya yang santun tapi juga dari semua accessories taxinya dilengkapi dengan hal-hal yang memanjakan pelanggan, misalnya di sandaran jok depan diselipkan berbagai majalah edisi terbaru, (termasuk majalah playboy terbitan Indonesia) tissue, air mineral dan yang lebih unik lagi diantara 2 kursi depan disajikan sekeranjang kecil buah-buahan lokal seperti salak, jeruk, rambutan dll, wach…wach… betul-betul membuat saya terkagum-kagum atas ulah supir taxi ini.

“ apa semua taxi silver bird pelayanannya seperti ini pak ?, Tanya saya ingin tau
“ Nggak pak, “ ini adalah inisiatif dari saya sendiri untuk menyenangkan pelanggan-pelanggan saya dan membuat kesan tersendiri tentang saya…., jawab pak supir yang berpenampilan bersih dan rapi ini.
“ kira-kira, berapa pak biaya yang bapak anggarkan untuk semua ini ”, lanjut saya ingin tau lebih detail
“ ya nggak besar sih pak, lebih kurang kalau dihitung bulanan untuk ini semua tidak lebih dari 30 ribuan perhari “
Wach gede juga ya pak, untuk penghasilan seorang supir taxi, uang 900 ribu perbulan itu khan banyak ?
Saya nggak masalah sich pak, yang penting pelanggan saya senang, dan karena kesenangan yang mereka alami, kadang-kadang saya sering dikasih uang tip yang tidak sedikit dan menjadikan taxi saya ini sebagai langganannya, kan kompensasinya kesana pak, kata pak supir bagaikan seorang ekonom yang sering saya liat di tv-tv.
Kalau soal untung ruginya sich saya nggak pernah itung, tapi dari sisi persaingan sesama supir silver bird gaya dan cara saya ini dibilang over acting, cari muka dengan pimpinan dan bahkan ada yang bilang saya gila.

Sepenggal pengalaman tadi menggugah saya untuk memberikan apresiasi ke supir taxi ini, dengan menuliskan beberapa baris kata dalam buku penumpang yang juga disediakan oleh sang supir, yang menurut dia sebagai data untuk mengevaluasi diri.

Bercermin dari sikap dan cara yang dicontohkan oleh supir taxi ini, kondisi pelayanan publik di negara kita ini sebenarnya mudah untuk diperbaiki, asal pelaku pelayanan publik mau sedikit saja berkorban, pertama : berkorban untuk tersenyum dan bersikap ramah dengan pengguna jasa, siapapun dan apapun kelasnya, kedua : berkorban untuk sedikit memahami keinginan pelanggan, (biasanya, cepat, mudah dan murah) dan yang ketiga : berkorban untuk merenung bahwa saya ini diangkat dan digaji oleh pemerintah, atau negara, atau perusahaan ini sebagai pegawai, karyawan adalah untuk bekerja melayani masyarakat, orang, atau pengguna jasa. Mungkin menjadi pertanyaan dari pembaca, kenapa sih penulis menggunakan kata “ berkorban “ ?., jawabnya karena ketiga prasyarat yang penulis kemukakan diatas bukan lagi sifat kita, bukan lagi budaya kita, bukan lagi jati diri kita, bukan lagi way of lifenya bangsa ini, semuanya itu sudah bukan kita dan tidak ada, makanya untuk menjadikan dia ada, menjadikan dia menjadi way of lifenya bangsa ini, kita dituntut untuk berkorban, sebagaimana yang dialami oleh supir taxi tadi, bahwa bersikap berbeda dalam memberikan pelayanan mungkin saja saat ini sudah dianggap aneh dan bahkan sinting, makanya sang supir taxi dianggap gila, nauzubillah …..

Bersikap ramah dengan masyarakat, lingkungan dan bahkan dengan hewan sekalipun pasti akan memberikan dampat positif yang sangat berharga dan bermanfaat bagi diri kita pribadi, misalnya dari sudut pandang agama, sudah dapat dipastikan kita akan disayang oleh Allah dan malaikat-malaikatnya, karena itu memang perintahnya, kemudian dari sudut pandang sosial, sudah dapat dipastikan kita akan disenangi orang, selanjutnya dari sudut pandang kesehatan, sudah pasti orang yang ramah, menyenangkan dan selalu berusaha untuk membuat orang puas lebih sehat dibandingkan dengan orang yang sering membuat orang kesal dan marah, nggak percaya silahkan anda mencoba, wajah orang yang ramah pasti lebih menarik, cantik dan tampan dibandingkan dengan wajah orang yang sombong, angkuh dan sok kuasa, pokoknya dapat dipastikan bahwa membuat orang puas, gembira, bahagia, senang, mengerti, tidak merasa dibohongi dan dibodohi akan memberikan kompensasi positif kepada diri pribadi, TANYA KENAPA ….?,

Hapus KKN dan Tingkatkan Pelayanan...!!

Hapus KKN dan Tingkatkan Pelayanan, begitu bunyi sebuah judul surat pembaca yang penulis baca dalam rubrik Batam Beres diharian Batam Pos, yang intinya penyampaian rasa kesal terhadap pelayanan publik yang dilakukan oleh sebuah institusi di Kota Batam yang dialami oleh penulis surat pembaca tersebut. Sekilas permohonan untuk menghapus KKN (pungli) sekaligus tingkatkan pelayanan merupakan permohonan yang biasa-biasa saja dan nampaknya mudah untuk dilaksanakan, namun berbeda menurut pandangan penulis, karena permintaan tersebut adalah hal yang tidak masuk akal dan terlalu muluk jika kita memahami kondisi aparatur yang ada di Negara ini, jika kita coba mengotak atik kalimat tersebut, bagaimana jika kita rubah seperti ini, “ Pungli kan sudah kami berikan, harusnya tingkatkan dong pelayanannya “ karena tidak mungkin untuk meningkatkan pelayanan kalau KKN yang berjenis pungli itu dihapus, udah pungli aja masih dipersulit apalagi kalau nggak sama sekali, mustahil mas, om, bapak dan para hadirin sekalian.

Menyadari bahwa kita hidup di negara yang aparatnya korup, yang berslogan “ kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah “ dsbnya dsbnya, kedua permohonan seperti judul tulisan ini sudah pasti suatu tindakan yang sia-sia, mubazir dan nggak berguna. Sekali lagi kita harus sadar sesadar-sadarnya bahwa kita semua sedang dilanda wabah penyakit jiwa yang sangat sulit untuk disembuhkan, berbagai tabib dan therapy udah dicoba tapi penyakit ini tak kunjung sembuh dan bahkan menulari anak dan generasi penerus bangsa ini, dokter spesialis yang bernama BPK, KPKN, KPK, TIMTASTIPIKOR dan beberapa nama sangar dan gahar sudah dicoba untuk menyembuhkan, tapi semua belum berhasil….

Jangan pesimis dulu dan kemudian pasrah menerima nasib, masih ada jalan lain yang mungkin agak nekad dan butuh pengorbanan, untuk jadi seorang hero, pahlawan memang butuh pengorbanan khan ?, ayo kita coba jurus baru yang pernah dikampanyekan oleh seorang dokter ahli yang bernama KPK, yaitu jurus “ LAWAN dan LAPORKAN “ jurus ini perlu dimodifikasi dengan jurus “ lawan tapi tidak dengan kekerasan, nggak usah dilaporkan karena percuma aja, udah pasti nggak bakalan digubris, he he he “

Jurus yang penulis pernah praktekan ini nggak bisa memang di generalisir akan ampuh untuk semua kondisi, tapi mencoba nggak ada salahnya, itupun kalau mau dan punya niat untuk mengobati, pertama : lawan dengan cara yang santun, misalnya kalau dimintai uang pelican atau pungli, ok kan saja berapa yang dia minta itupun kalau anda sanggup, kalau nggak ya bias nego, tapi sebelum diberikan anda tanyakan dulu aturan main ini sesuai dengan ketentuan atau tidak, kalau tidak ada aturan yang jelas yang mengaturnya jangan dikasih, kalau masih ngotot, katakan, ok pak, buk, mas, dsbnya saya akan beri berapa yang anda minta tapi saya minta kuitansi resmi ya, terbukti pada saat hal ini penulis praktekan si peminta suap tidak berani memberikan kuitansi, kemudian kalau buntut dari perlawanan ini berbuah anda tidak dilayani, segera mintakan surat atau alasan-alasan mengapa permohonan tsb ditolak, kalau jurus ini masih juga tidak menyembuhkan penyakit jiwa aparat tersebut, nggak ada salahnya anda coba melaporkan praktek-praktek keji dan tidak bermoral ini ke dokter dokter yang disebutkan di atas, mudah2an dan insya Allah ditanggapi.

Bagi aparatur yang sudah diamanahkan untuk melayani masyarakat cobalah bersikap amanah sedikit aja, tidak perlu tiap hari, cukup 2 minggu sekali atau kalau sibuk 1 bulan sekali anda merenungkan bait-bait sumpah yang pernah anda ucapkan pada saat anda dikarunia jabatan, pangkat atau kedudukan, ngeri nggak ?, nggak ?, ya nggak apa-apa itu manusiawi koq, kemudian coba kita tukarkan tempat kita dari yang meminta pungli dengan orang yang kita pungli, sakit, sebel, gemes kah jika kita juga diperlakukan seperti itu ?, nggak tuh biasa-biasa aja koq…, waaahh, kalau sudah begini kondisi kejiwaan kita, coba merenung sekali lagi dan meminta kepada tuhan untuk segera mengampuni dosa-dosa saya dan segera mencabut nyawa saya, karena ternyata saya orang yang tidak berguna, T E R L A L U …..

Masyarakat jangan pernah letih, lelah dan lesu untuk menyuarakan hak-haknya untuk meminta pelayanan yang baik, meminta informasi tentang prosedur dan biaya/tarif pelayanan public yang sesuai dengan ketentuan, aparat juga merupakan kewajibannya untuk memasang/menempelkan tata cara, biaya dan jangka waktu pelayanan pada papan pengumuman ditempat/kantor dimana pelayanan tersebut diberikan, ini adalah salah satu bukti adanya akuntabilitas aparatur kepada public yang dilayaninya, kalau informasi-informasi ini tidak dipasang atau tidak diberikan, merupakan hak masyarakat untuk mengetahuinya. Penulis yakin bangsa kita bukan bangsa yang mau terus menerus diperas, dibodohi, lawan, tuntut, minta, tapi ingat harus dengan cara-cara yang santun dan bermartabat sebagai bukti bahwa kita masih punya jati diri bangsa, lho koq jadi kaya menasehati, maaf ini adalah gejolak emosi yang muncul tiba-tiba, sekali lagi maafin ya.

Satu minta disuap, yang satu mau menyuap itu bukan urusan kita dan kalau ini yang terjadi mohon jangan bising, ngedumel, berkeluh kesah, salah sendiri kenapa mau …., berarti anda tidak ada niat untuk coba-coba mengobati penyakit bangsa ini.
Yang satu minta disuap, yang satu tidak mau menyuap nah ini baru konco-konco kita, bukan pelit mas, om, bapak, buk. Sikap seperti ini adalah sikap mendidik dalam arti sesungguhnya. Bisakah kita budayakan sikap kita seperti ini, aparatur menjadi buruk, sakit, korup secara tidak sadar adalah karena kita selalu memberikan peluang kepada mereka untuk bersikap dan berperilaku selalu seperti ini, memberikan kesempatan dan pembenaran, sehingga perlahan-lahan terjadi metamorfosa didalam jiwa-jiwa aparatur bahwa yang salah itu adalah benar dan kebenaran itu adalah kesalahan.

Berbagai bencana dan amuk alam yang akhir-akhir ini mendera negeri ini, mudah2an tidak dan bukan laknat dan murka Allah kepada bangsa kita yang selalu dan cenderung berbuat zhalim, tetapi merupakan wujud rahman dan rahimNya kepada kita semua, amiiin ya robbal alamin.

Permasalahan dan Prospek Pertanahan di Pulau Batam


Permasalahan pertanahan di Pulau Batam saat ini semakin komplek dengan keluarnya surat Kepala Kantor Pertanahan Kota Batam tentang larangan bagi Notaris/PPAT untuk membuat akta peralihan hak atas tanah atas bidang tanah yang dialokasikan oleh Otorita Batam kepada pihak Perusahaan Pengembang (developer) sebelum pihak developer memperoleh HGB atas bidang tanahnya. Permasalahan muncul karena sebelumnya pihak developer telah terlebih dahulu telah melakukan peralihan kepada pihak user (masyarakat) dengan akta notaris dan semua dokumen pertanahannya, berupa SKEP, SPJ, PL telah dipecah (splitzing) ke atas nama pembeli, kegiatan ini telah berjalan beberapa tahun dan pihak BPN sebelumnya tidak pernah mempersoalkan permasalahan ini.

Permasalahan lain yang saat ini juga belum terselesaikan dan bahkan belum sama sekali disentuh atau mungkin juga dipikirkan adalah permasalahan tanah-tanah di Pulau Setokok, Rempang, Galang dan Galang Baru yang sampai saat ini kondisinya masih distatus quokan oleh OB dan Pemko Batam, kemudian permasalahan status tanah-tanah yang ditetapkan oleh Walikota Batam sebagai “ KAMPUNG TUA “.

Jika ditilik dari payung hukum, permasalahan pertanahan di Pulau Batam disebabkan adanya berbagai kebijakan yang mengatur pertanahan di wilayah ini, misalnya Keppres No. 41 tahun 1973, Kepmendagri No. 43 Tahun 1977 dan Keppres No. 28 Tahun 1992. Ketentuan-ketentuan ini sudah seharusnya ditinjau kembali “kelayakannya”, terutama di era reformasi dan otonomi daerah saat ini. Di dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa seluruh areal tanah di atas Pulau Batam dan pulau-pulau lain di sekitarnya diberikan dengan Hak Pengelolaan (HPL) kepada OB, kemudian ditetapkan juga bahwa jika ada tanah-tanah masyarakat yang masih dikuasai/digarap atau dimiliki dengan sesuatu hak tertentu harus diberikan GANTI RUGI. Ketentuan ini tentu saja sudah tidak sesuai lagi jika dilihat dari aspek HAM dan Pemberdayaan Masyarakat. Masyarakat yang telah terlebih dahulu menguasai, menggarap dan mengusahakan tanahnya sebelum OB ditetapkan sebagai pemegang HPL Pulau Batam hanya diberi satu pilihan mati yaitu GANTI RUGI, tidak ada satu alternative lainpun jika masyarakat tidak bersedia di GANTI RUGI. Bagi masyarakat yang tidak bersedia menerima ganti rugi atau tanahnya tidak mau dibebaskan adalah tidak diakuinya hak-hak keperdataannya, terbukti dengan ditolaknya permohonan hak masyarakat tersebut jika mereka memohon hak atas tanah kepada instansi BPN.

Permasalahan-permasalahan yang penulis sajikan ini hanya sebagian kecil dari beberapa permasalahan yang terjadi dan mungkin akan terjadi dikemudian hari jika keadaan ini tidak segera diperhatikan atau dipikirkan mulai sekarang. Disarankan agar semua pihak yang berkepentingan seperti OB, Pemko Batam, DPRD Kota Batam, Pelaku Usaha, BPN, Notaris/PPAT duduk satu meja dengan satu visi yang sama yaitu menjadikan tanah dimanapun letaknya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam arti sesungguhnya sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.
Powered By Blogger