Sunday, March 11, 2007

Model Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Pertanahan di Kota Batam

A. PENDAHULUAN

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 atau yang disebut juga dengan Undang-Undang Pokok Agraria yang ditetapkan tanggal 24 September 1960 mengandung semangat mewujudkan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan sebagaimana diamanatkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah masih terdapat ketimpangan yang menjauh dari cita-cita kita bersama sehingga memerlukan usaha-usaha pengendalian dan revitalisasi.

BPN RI sebagai salah satu Lembaga Pemerintah yang diharapkan dapat mewujudkan mandat konstitusi justru kerap terombang-ambing oleh political will penguasa sehingga terlena dalam pola pikir rutinitas administratif dan mengabaikan pemberdayaan masyarakat sebagai tujuannya. Menyadari kondisi ini Kepala BPN RI Bapak Joyo Winoto, Ph.D dihadapan Seminar Nasional Reforma Agraria di Jakarta pada tanggal 24 Oktober 2005 mencanangkan 11 (sebelas) Agenda Prioritas Pembangunan BPN RI yang diinternalisasikan sebagai jiwa, semangat dan acuan dalam setiap kebijakan dan proses pengelolaan pertanahan dengan 4 (empat) prinsip dasar, yaitu :

1. Pastikan, pertanahan menjadi sumber-sumber kemakmuran rakyat ; Bahwa pertanahan harus berkonstribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan melahirkan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat.

2. Pastikan, pertanahan menyumbang secara jelas, nyata untuk mewujudkan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan ; Bahwa pertanahan harus berkonstribusi secara nyata untuk meningkatkan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dalam kaitannya dengan pemanfaatan, penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah.

3. Pastikan, pertanahan harus mempunyai perspektif keberlanjutan sistem kebangsaan, kemasyarakatan dan keindonesiaan ; Bahwa pertanahan harus berkonstribusi secara nyata dalam menjamin keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya kepada generasi yang akan datang terhadap sumber-sumber ekonomi masyarakat.

4. Pastikan, pertanahan harus menyumbangkan diri untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih harmonis dalam keberagaman, kebhinekaan, pruralisme persoalan pertanahan yang sangat mendasar ; Bahwa pertanahan harus berkonstribusi secara nyata dalam menciptakan tatanan kehidupan bersama secara harmoni dengan mengatasi berbagai sengketa dan konflik pertanahan di seluruh tanah air dan menata sistem pengelolaan yang tidak lagi melahirkan sengketa dan konflik dikemudian hari.

Kantor Pertanahan Kota Batam dalam mengemban tugas pokok dan fungsinya berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2006 dan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 4 tahun 2006, sesuai dengan kebijakan bidang pertanahan Kota Batam, melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai berikut :

(1) Menegakkan norma-norma pengelolaan keagrariaan/pertanahan agar dipatuhi dan dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan keagrariaan/pertanahan, yaitu Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB) sebagai pemegang HPL Pulau Batam, Pemerintah Kota Batam, masyarakat dan pelaku usaha ;

(2) Meningkatkan kesadaran pemegang HPL atau pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan tanah dan pemegang hak atas tanah untuk mempergunakan dan memanfaatkan tanahnya sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberiannya sebagai wujud peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan keagrariaan/pertanahan ;

(3) Mendorong peningkatan produktifitas dan pemeliharaan tanah oleh pemegang hak atas tanah serta upaya pemberdayaan masyarakat secara luas dalam pengelolaan keagrariaan/pertanahan ;

(4) Mencegah terjadinya penyimpangan dalam pemanfaatan tanah (tanah tidak produktif dan terlantar) ;

(5) Mencegah terjadinya spekulasi dan monopoli tanah serta bentuk lain sebagai pemerasan dalam penguasaan dan pemilikan tanah ;

(6) Mewujudkan tertib penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan, konsep penguatan hak-hak rakyat tempatan yang secara turun temurun dikuasai dan diusahakan dan konsep redistribusi atas tanah negara, tanah HPL, tanah hak, dan tanah terlantar di Kota Batam diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat tempatan secara individual komunalistik relijius.

B. PROFIL KOTA BATAM

1. Kondisi Umum Wilayah :

Batam merupakan salah satu pulau yang sangat strategus terletak di antara perairan Selat Malaka dan Selat Singapura. Kota Batam secara geografis terletak antara 0O 25' 29'' – 1O 15' 00'' Lintang Utara dan 103O 34' 35'' – 104O 26' 04'' Bujur Timur dengan batas-batas :
Sebelah Utara : berbatasan dengan Selat Singapura;
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Lingga;
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Bintan;
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Karimun;
Wilayah Administrasi Kota Batam Batam terdiri dari 329 buah pulau besar dan kecil, yang letak satu dengan lainnya dihubungkan dengan perairan. Kota Batam mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum berkisar antara 21,3OC - 23,6OC dan suhu maksimum berkisar antara 31,5OC - 34,2OC, sedangkan suhu rata-rata adalah 26,2OC - 28,4OC.
2. Demografi :
Sejak Pulau Batam dan beberapa pulau sekitarnya dikembangkan menjadi daerah industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata membuat kota Batam dijadikan sebagai kota bursa tenaga kerja. Akibatnya terjadi arus imigrasi ke Batam yang laju pertumbuhan dari hasil sensus penduduk pada periode 2000-2001 sebesar 12,55% dan periode 2001-2002 sebesar 2,60%.
Penduduk kota Batam berdasarkan hasil Sensus penduduk 2000 berjumlah 434.286 jiwa, sedangkan dari hasil registrasi penduduk tahun 2001 penduduk kota Batam telah mencapai 527.151 jiwa. Dari penduduk yang berjumlah 527.151 jiwa tersebut tersebar di 10 (sepuluh) kecamatan, 35 kelurahan dan 16 desa. Hanya penyebarannya tidak merata sehingga mengakibatkan kepadatan penduduk per Km2 di daerah ini bervariasi.
3. Kebijakan Bidang Pertanahan :
1. Sesuai keputusan Presiden No. 41 tahun 1973 tentang daerah industri pulau Batam, dinyatakan bahwa seluruh areal tanah yang terletak di pulau Batam diserahkan kepada Otorita Batam dengan Hak Pengelolaan (HPL) dan Ketua Otorita Batam diberikan wewenang untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanahnya untuk keperluan tugasnya serta menyerahkan bagian-bagian tanahnya tersebut kepada pihak ketiga.
2. Berdasarkan surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 43 tahun 1977 tentang pengelolaan dan penggunaan tanah di pulau Batam memutuskan : Memberikan Hak Pengelolaan (HPL) kepada Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB) atas seluruh areal tanah yang terletak di Pulau Batam termasuk areal tanah digugusan Pulau-pulau Janda berias, Tanjung Sau & Ngenang dan Pulau Kasom, Kabupaten Kepri, Propinsi Riau (sekarang Propinsi Kepulauan Riau). Hak Pengelolaan tersebut diberikan untuk jangka waktu selama tanah yang dimaksud dipergunakan untuk kepentingan penerimaa hak dan terhitung sejak didaftarkannya pada kantor Sub. Dit Agraria setempat (sekarang Kantor Pertanahan Kota Batam).
3. Di atas Hak Pengelolaan (HPL) yang diberikan kepada Otorita Batam tersebut secara vertikal (berdasarkan tanah yang telah dibebaskan dan didaftarkan ke Kantor Pertanahan), kepada pihak ketiga dapat diberikan Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak Pakai (HP).
4. Hak Guna Bangun (HGB) di pulau Batam berlaku selama 30 tahun yang dapat diperpanjang 20 tahun kemudian dapat diperbaharui 30 tahun lagi dan seterusnya, sedangkan Hak Pakai (HP) berlaku selama 10 tahun yang dapat terus diperpanjang setiap 10 tahun sejauh yang bersangkutan masih menggunakan tanah tersebut sesuai dengan peruntukannya.
5. Hak Guna Bangun (HGB) diberikan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) kepada warga negara Indonesia, Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia yang berkedudukan di Indonesia serta perusahaan patungan, sedangkan Hak Pakai (HP) diberikan kepada Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia atau orang asing yang berkedudukan di Indonesia.
6. Sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan kepada Otorita Batam untuk menyerahkan bagian-bagian tanah kepada pihak ketiga dan menerima uang pemasukan, maka telah ditetapkan tarif Uang Wajib Tahunan Otorita Batam (UWTO) untuk kondisi tanah matang dan tanah mentah dengan berbagai peruntukkan tanah yang telah ditentukan untuk jangka waktu selam 30 tahun.
7. Pada saat perpanjangan hak atas tanah setelah 30 tahun nanti, pihak ketiga diwajibkan membayar kepada :
a. Otorita Batam berupa UWTO selama 20 tahun dengan tarif yang berlaku pada saat itu.
b. Kas Negara berupa biaya Administrasi dengan tarif yang berlaku pada saat itu.
8. Pada saat pembaharuan hak atas tanah setelah 50 tahun nanti, pihak ketiga diwajibkan membayar kepada :
a. Otorita Batam berupa UWTO selama 30 tahun dengan tarif yang berlaku pada saat itu.
b. Kas Negara berupa biaya Administrasi dengan tarif yang berlaku pada saat itu, demikian seterusnya.
9. Ketentuan mengenai Prosedur pemecah/pemisahan hak atas tanah dilaksanakan sebagai berikut :
a. HGB (Hak Guna Bangun) Induk yang telah dimiliki oleh developer/ pengusaha kawasan industri/ pengusaha real estate dapat dipecah/dipisah menjadi HGB bagian-bagian pecahan bidang tanah sesuai dengan site plan. Permohonan untuk pemecahan/pemisahan HGB induk menjadi HGB pecahan dapat diajukan langsung kepada Kantor Pertanahan Kota Batam, sedangkan untuk pemindahan hak kepada pihak lain diperlukan adanya izin dari Otorita Batam sebagai pemegang HPL.
b. Untuk orang asing yang berkedudukan di Indonesia atau badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia dapat diberikan dengan Hak Pakai (HP) atau melalui proses perubahan HGB menjadi HP.
10. Orang asing dengan status perseorangan yang berkedudukan di Indonesia atau Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia boleh membeli rumah atau bangunan di pulau Batam dan kepada yang bersangkutan diberikan status tanah Hak pakai (HP) selama 10 tahun yang dapat diperpanjang setiap 10 tahun.
C. KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BIDANG PERTANAHAN DI KOTA BATAM
Masyarakat Kota Batam sangat berpotensi untuk diberdayakan dalam bidang pertanahan baik ditinjau dari segi jumlah penduduk, tingkat pendidikan, kesadaran hukum dan beragam aktifitas kota metropolis yang syarat dengan transaksi bisnis industri dan perdagangan, ditambah lagi dengan ditetapkannya Batam sebagai salah satu kawasan Spesial Economic Zone (SEZS) di provinsi Kepulauan Riau.
1. Persyaratan yang diperlukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat :
Untuk keberhasilan memberdayakan masyarakat dalam bidang pertanahan, pertama sekali perlu dirumuskan suatu pola pikir bahwa tanah tidak hanya dilihat dari sudut pandang hukum semata, tetapi juga dilihat dari aspek ekonomi, politik, sosial, budaya dan bahkan dalam hal-hal tertentu juga dapat dilihat dari aspek magis-religius. Kemudian masyarakat perlu ditempatkan pada posisi sebagai pelaku utama, sedangkan pemerintah hanya bertugas sebagai fasilitator, motivator dan memberikan prioritas utama pada upaya penguatan dan perlindungan kepada masyarakat marjinal (kurang mampu, tergusur, dll), selanjutnya kegiatan pemberdayaan perlu ditempatkan pada kegiatan yang bukan merupakan kegiatan yang berorientasi proyek yang dibatasi oleh waktu dan target, melainkan kegiatan yang terus menerus harus dilaksanakan sebagai suatu proses yang berkesinambungan hingga tercapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang diinginkan atau berkurangnya konflik pertanahan, untuk itu diperlukan beberapa persyaratan dasar, yaitu :
a. Mempelajari dan menganalisa kebijakan-kebijakan dan peraturan perundangan-undangan pertanahan yang diberlakukan di Kota Batam yang selama ini kita lihat dan rasakan masih belum berpihak kepada masyarakat marginal, khususnya masyarakat nelayan yang bermukim di pulau-pulau sekitar Batam dan mengajukan usulan revisi/penyempurnaan atau usulan beberapa kebijakan baru yang sesuai dengan agenda reformasi bidang pertanahan yang lebih berpihak kepada rakyat kecil;
b. Melaksanakan inventarisasi dan identifikasi tentang kepemilikan tanah masyarakat (baik yang berada di atas Pulau Batam sebagai kawasan yang ditetapkan sebagai HPL-Otorita Batam dan tanah-tanah masyarakat yang bermukim di pulau-pulau sekitar Batam) ;
c. Melaksanakan penyuluhan dan bimbingan kepada masyarakat pemilik tanah yang berorientasi dan terfokus pada penumbuhan kesadaran dan pengertian bahwa tanah adalah asset strategis bagi masyarakat guna mewujudkan hak-hak rakyat yang mendasar (pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan status sosial) ;
d. Menjadikan masyarakat pemilik tanah setempat sebagai partner Kantor Pertanahan Kota Batam dan sekaligus juga sebagai mitra Otorita Batam dan Pemerintah Kota Batam sebagai pemegang HPL;
e. Memotivasi pembentukan organisasi / kelompok masyarakat pemilik tanah setempat misalnya dengan pola POKMASDARTIBNAH (kelompok masyarakat sadar tertib pertanahan) untuk menampung pendapat, aspirasi, keinginan dan kebutuhan para pemilik tanah (bottom-up);
f. Pemberdayaan masyarakat harus mendasarkan pada sejarah, budaya dan kebutuhan masyarakat pemilik tanah setempat ;
g. Proses pemberdayaan harus dilaksanakan secara transparan, sehingga masyarakat pemilik tanah mengetahui seluk beluk jalannya proses. Dengan cara ini timbul kepercayaan masyarakat yang hasilnya diharapkan adalah adanya dukungan dari masyarakat pemilik tanah.
2. Pendekatan yang dilakukan :
Pendekatan yang perlu dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota batam dalam rangka pemberdayaan masyarakat dalam bidang pertanahan yaitu dengan melibatkan semua instansi/stake holder terkait, seperti Otorita Batam, Pemerintah Kota Batam, Kadin Kota Batam, Kantor PBB, Perbankan, Notaris/PPAT, LSM dan Masyarakat pemilik tanah dengan cara :
a) Mengidentifikasi kelompok ;
b) Menyiapkan materi pembinaan oleh masing-masing instansi/stake holder terkait yang intinya :
· Memasyarakatkan tentang hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dan upaya-upaya yang harus ditempuh dalam rangka penguatan hak masyarakat atas tanah ;
· Mendorong keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah ;
· Meningkatkan kepedulian dan peran serta instansi/stake holder terkait sebagai motivator, fasilitator dan mitra kerja dalam rangka pemberdayaan masyarakat dalam bidang pertanahan.
3. Langkah-langkah dan Strategi Pemberdayaan :
Dalam rangka pencapaian tujuan pemberdayaan masyarakat dalam bidang pertanahan, diperlukan langkah-langkah dan strategi bersama antar instansi/stake holder terkait, yaitu :
· Menumbuhkan kepercayaan masyarakat pemilik tanah dengan cara melaksanakan dan menerapkan kebijakan dan peraturan perundang-undang pertanahan secara konsisten dan bertanggung-jawab ;
· Menciptakan dan menumbuh-kembangkan komunikasi dua arah antara masyarakat dengan Kantor Pertanahan Kota Batam dan instansi/stake holder terkait ;
· Melaksanakan koordinasi lintas sektoral secara serius dan intensif.
D. PENUTUP
Tindakan konkrit pemberdayaan masyarakat dibidang pertanahan khususnya diwilayah kerja Kantor Pertanahan Kota Batam, sejak dibentuknya Seksi Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat sampai saat ini masih sebatas wacana, penyusunan konsep dan model, belum menyentuh hal-hal yang substansial, untuk itu diperlukan adanya tindakan nyata sehingga agenda ke-3 dari 11 Agenda Prioritas BPN dapat segera direalisasikan. Berbagai kendala untuk melaksanakan tugas mulia ini memang terlihat, salah satu yang sangat terasa adalah belum seriusnya pelaku kebijakan, namun untuk tidak menciutkan semangat, pada kesempatan ini tidak akan penulis uraikan kendala-kendala tersebut secara detail, karena prinsip pemberdayaan masyarakat adalah KEINGINAN DAN KERJA NYATA, bukan membincangkan kendala-kendala yang memang sangat banyak, yang pada akhirnya kendala-kendala tersebut dijadikan kambing hitam dan pembenaran untuk tidak melaksanakan pemberdayaan dan menambah panjang barisan rakyat yang tidak lagi percaya dengan niat baik pemerintah.
Powered By Blogger