Tuesday, April 24, 2007

Batam Menuju Kota Madani...?

Jika anda pernah ke Batam, apa yang anda lihat…?, pertama mungkin Bandara Hang Nadim yang megah, atau pelabuhan Sekupang jika anda berangkat menggunakan kapal laut, kemudian setelah berjalan kurang lebih 10 menit dengan kecepatan kendaraan yang anda naiki rata-rata 40 – 60 Km per jam, yang terlihat adalah hamparan lahan yg telah dibangun perumahan dan ruko-ruko, lahan-lahan kosong, bangunan-bangunan gedung yang tidak siap alias ditinggalkan atau tidak diselesaikan, kemudian beberapa kawasan industri, pemukiman yang tidak teratur yg terkesan kumuh yang disini diistilahkan dengan sebutan “ RULI “ atau “Rumah Liar” walaupun kenyataannya dihuni oleh mahluk Tuhan yang tidak liar dan tidak juga jinak, karena istilah ini sebenarnya tidak pas untuk manusia, istilah liar dan jinak lebih tepat digunakan untuk mahluk Tuhan yang bukan manusia, tapi entah kenapa…, istilah ini malah yang dipake dan digunakan…

Membahas tentang pembangunan wilayah perkotaan memang bukan bidang saya, karena saya sedikitpun tidak pernah belajar tentang planologi, tata kota dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perencanaan wilayah, sehingga saya tidak dapat membuat penilaian apakah pembangunan kota ini sudah sesuai dengan konsep-konsep pembangunan yang diinginkan atau sudah sesuai dengan misi dan visi Kota Batam yang “MADANI” jangan salah baca “ medeni ” yang artinya menakutkan.

Dilihat dari efisiensi dan optimalisasi penggunaan lahan, kebijakan pembangunan Kota Batam yang lebih berorientasi pada penggunaan lahan secara horizontal, khususnya untuk membangun kawasan perumahan dan pertokoan/ruko perlu dikaji ulang kembali, karena berdasarkan kondisi wilayah yang sangat diminati, tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dan luas persediaan lahan yang sangat terbatas, kebijakan yang mengeksploitasi tanah secara horizontal ini tentu saja akan mengorbankan lahan-lahan yang seharusnya diperuntukkan untuk ruang publik (fasilitas umum dan sosial) yang sangat diperlukan untuk mewujudkan suatu kota madani.
Seorang teman dari Jakarta pernah bilang, ternyata Kota Batam sama seperti kota-kota berkembang lainnya di Indonesia “tidak berpihak kepada rakyat kecil dan orang-orang tua”, lho kenapa begitu ?, dalam sebuah diskusi teman itu membeberkan beberapa fakta :

Pertama : Batam pada kenyataannya tidak punya satupun taman kota, tempat kita bersantai, bercengkerama, atau berbual setelah penat bekerja…,
"sudah 2 hari saya disini, saudara hanya mengajak saya bersantai di mall dan cuci mata ke toko-toko , padahal saya kesini bukan utk shopping, karena kalau tujuan kesini untuk itu, ngapain saya kesini. di Jakarta tempat shopping itu ada di semua sudut dan pojok kota", begitu katanya memperkuat argumentasi.
"lho kalau Bapak kesini untuk santai, ya nggak pas pak.., Batam memang disetting untuk wisata belanja", potong saya guna memancing lebih banyak lagi pendapat beliau
"kalau diset menjadi kota wisata belanja seharusnya tidak seperti ini, coba anda liat, pelayanan, harga dan kenyamanan, tidak lebih baik dari kota-kota lain, bahkan disini lebih mahal dan tidak banyak pilihan", betul juga ya kalau dipikir-pikir….

Kedua : Batam tidak berpihak kepada orang-orang tua atau yang sudah berusia lanjut…, “kira-kira dari segi apa Bapak melihatnya “ pancing saya memulai kembali pembicaraan yang terpotong akibat pandangan kami tertuju kepada salah seorang wanita yang tidak begitu cantik, tapi berpakaian sangat sexy melintas dihadapan kami sambil memeluk mesra pasangannya, yang jika dilihat dari stylenya adalah orang dari seberang (Singaporean).
saya yakin, kalau orang tua anda kesini, dia pasti nggak bakalan betah berlama-lama disini…, paling-paling 1 minggu saja dia udah minta pulang kampung
kata teman saya tadi memulai diskusinya, lho kenapa…?,
karena kota anda membuat dia merasa terkucil dari lingkungannya, anda hanya bisa menghibur mereka dengan duduk-duduk dirumah yang rata-rata luas lahannya terbatas dan di mall-mall yang sebenarnya tidak untuk konsumsi orang tua

Ketiga : Batam tidak berpihak pada rakyat kecil, terutama pedagang kecil seperti pedagang kaki lima, tempat berusaha dipaksakan hanya pada ruko-ruko dan mall, sementara pasar-pasar tradisonal hampir tidak pernah terpikirkan keberadaannya. Sebuah ruko dengan harganya yang semakin meroket, merupakan mimpi buruk bagi para pedagang kecil untuk memilikinya atau menentukan alternatif sebagai tempat berniaga, sementara berniaga disembarang tempat adalah neraka bagi mereka jika berhadapan dengan Trantib, Tibum atau Satpol PP. Kemana dan dimana mereka akan berniaga…?, alternatif terakhir adalah kenekatan dengan menggelar dagangannya pada tempat-tempat terlarang dengan resiko bersama-sama berhadapan dengan yang namanya ketertiban.

Keempat : Akses tanah dikawasan Pulau Setokok, Rempang, Galang dan Galang Baru serta pulau-pulau kecil disekitarnya, seperti sengaja dibiarkan sebagai objek spekulatif para spekulan. Bibit-bibit konflik dibidang pertanahan terlihat tumbuh subur dan siap membesar yang akhirnya berbuah sengketa-sengketa pertanahan yang tentu saja nantinya akan kita panen sendiri. Sejarah dan pengalaman membuktikan bahwa konflik dan sengketa pertanahan tidak mudah diselesaikan. Konflik-konflik dan sengketa dibidang ini dampaknya dan multiplier effectnya sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi, Politik, Sosial, Budaya, Hukum dan Hankam.
Penetapan wilayah Rempang, Galang dan Galang Baru sebagai wilayah yang status pertanahannya di “Status-Quo” kan, disamping melanggar hak-hak keperdataan masyarakat yang bermukim disana, karena ketidak jelasan status hukum tanah mereka, juga merupakan pengingkaran dari amanat UUD 1945 yang mengharuskan kita untuk menjadikan tanah sebagai salah satu sumber daya alam yang memberikan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Di era “Reforma Agraria” yang saat ini sedang hangat-hangatnya dikampanyekan dan diprogramkan oleh Bp. Joyo Winoto, Ph.D sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional R.I.
Efisiensi, optimalisasi, revitalisasi dan rekstrukturisasi bidang pertanahan, khusus untuk tanah-tanah di wilayah Administrasi Kota Batam, mulai hari ini sudah seharusnya direalisasikan dan diejawantahkan dalam kegiatan dan kerja nyata, berbagai kebijakan lama yang sudah terasa basi, sudah seharusnya kita daur ulang dan kalau perlu dibuang sebagai sejarah kelam masa lalu. Kebijakan baru yang lebih berpihak dan taat kepada Tertib Administrasi, Tertib Hukum, Tertib Penggunaan dan Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup sudah seharusnya kita jadikan pedoman di dalam menata dan mengatur pertanahan di wilayah ini, sehingga tanah akan benar-benar memberikan kemakmuran bagi bangsa ini, amin.

Sunday, April 22, 2007

BERGURU KEPADA ALAM

Musibah, Kesulitan, Penyakit, atau sesuatu yang tidak kita inginkan terkadang kerap menyapa dan mampir dalam kehidupan kita. Kemudian kita berkeluh-kesah, mengeluh dan bersungut-sungut serta mengumpat bahwa ini adalah hukuman, bahwa ini adalah bentuk kebencian tuhan pada kita, bahwa ini adalah yang tidak seharusnya ditimpakan kepada kita dan berbagai omelan yang kita tujukan kepada diri kita, tuhan dan mungkin juga kepada orang-orang dan benda-benda disekeliling kita.

Sesuatu yang tidak kita inginkan memang tidak selamanya dapat kita tolak atau hindari, karena secara kodrati, ia memang harus datang, harus kita alami dan rasakan dan sekali-kali layak kita undang kehadirannya untuk sejenak bercerita, bergurau dengan canda-tawanya, mendengar tausiah-tausiahnya, berdiskusi dan berdebat, bahkan tidak tertutup kemungkinan kita juga perlu bertengkar dan berkelahi dengannya.

Memaknai dan belajar dari sesuatu yang tidak kita inginkan yang terjadi dan sedang menimpa kita, seharusnya memang sering kita lakukan, karena secara tidak kita sadari sesuatu yang tidak kita ingini itu, jika dilihat melalui mata bathin dan mata hati, banyak sekali memperlihatkan kepada kita sesuatu yang indah, sesuatu yang membuat kita tahu dan berpengetahuan dan sesuatu yang membuat kita tersenyum, merengut, marah dan pemaaf.

Tidak lagi diperlukan, tidak menjadi orang penting lagi, “ laskar tak begune ”, dicuekin, terbaring sakit, dan berbagai peristiwa yang tidak kita inginkan, pasti akan dialami oleh seluruh manusia yang hidup dan berprofesi, peristiwa ini harus tercatat dalam partitur nada orchestra kehidupan ini, tanpa dia, nada kehidupan akan sumbang dan hambar.

Bukankah tidak lagi diperlukan mengajari kita tentang arti dan makna hakiki dari enaknya diperlukan dan tidak enaknya tidak diperlukan…?
Bukankan Sakit mengajari kita tentang arti dan makna hakiki dari nikmatnya kesehatan dan tidak enaknya sakit...?
Bukankah masa Tua mengajari kita tentang arti dan makna hakiki dari enaknya masa Muda dan tidak enaknya masa Tua…?
Bukankah masa Paceklik mengajari kita tentang arti dan makna hakiki dari enaknya masa Panen dan tidak enaknya masa Paceklik…?

“Alam takambang jadi guru” begitu pepatah Minangkabau memberikan petuah kepada kita, bahwa alam ini harus menjadi guru bagi kita. Melalui Guru alam ini memang tidak mudah kita belajar, karena untuk memahami sebuah ke“ada”an dia acapkali memperlihatkan ke“tidak-ada”an. Sesuatu yang berliku, menukik, terjal dan tajam menurut kita, kadang berbeda makna menurut Guru Alam.

Mengapa kita harus berkeluh kesah, marah, jengkel, menggerutu, stress, bete, dan sebagainya…?, pada saat sesuatu yang tidak kita ingini mendera dan menghantui kehidupan kita.
Mengapa kita harus tertawa terbahak-bahak, lupa diri, pesta pora, sombong, ria, dan sebagainya…?, pada saat sesuatu yang kita ingini dapat kita raih dan berpeluk mesra dengan kehidupan kita.
Mengapa tidak dari saat ini saja kita belajar dari Guru Alam…?

Friday, March 30, 2007

REGENERASI KEPEMIMPINAN

Jabatan bukan warisan melainkan suatu amanah, begitu inti dari berita home page bpn.go.id yang saya baca hari, kemudian dari berita pelantikan 23 orang pejabat eselon II, III, dan IV dilingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI) ini, juga disampaikan bahwa bagi para pejabat yang baru dilantik dan menduduki jabatan baru dan mungkin juga diwilayah yang baru dituntut untuk bekerja keras dengan keikhlasan batin yang tinggi dan pikiran yang jernih, berdasarkan prinsip ini maka tugas yang berat menjadi ringan, tugas yang berat menjadi kenikmatan, tugas yang berat menjadi hikmah dan tugas yang berat itu menjadi ibadah.

Sebagaimana kita lihat bersama, sejak tanggal 21 Juni 2006, Bapak Joyo Winoto, Ph.D selaku Kepala BPN-RI telah melaksanakan pergantian, pemutasian, dan mempromosikan pejabat dilingkungan BPN-RI, mulai dari pejabat esselon I sampai V, hal ini dilakukan beliau dalam rangka melaksanakan salah satu agenda besar dari sebelas agenda BPN-RI, yaitu penataan kelembagaan. Penataan kelembagaan ini mutlak dilakukan untuk mengantisipasi dan menyikapi perluasan dan pendalaman tanggungjawab yang dipikul oleh BPN-RI, sehingga diharapkan BPN-RI menjadi organisasi yang semakin baik, semakin bertanggungjawab dan tentunya semakin dipercaya oleh rakyat Indonesia.

Menyikapi fenomena baru yang dilakukan oleh Bapak Joyo Winoto, Ph.D ini, mungkin mengagetkan bagi sebagian besar pejabat, khususnya pejabat-pejabat di daerah mulai dari Kakanwil BPN Propinsi, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan pejabat dijajaran bawahnya, seperti Kepala Seksi dan Kepala Sub Bagian Tata Usaha. Sebelumnya jabatan bagi sebagian besar orang BPN seolah-olah adalah sebuah warisan bukan suatu amanah, sehingga terlihat jelas bagi kita semua insan pertanahan di negeri ini atau mungkin juga kita pernah mengalaminya, bagaimana jabatan itu melekat dan bertahan pada diri seorang pejabat BPN, saat itu, bagi generasi di bawahnya, memperoleh jabatan atau mendapat promosi laksana mengharapkan setetes air di gurun sahara.

Melihat fenomena ini, saya teringat dengan sebuah cerita.
Tatkala Umar bin Khatab RA diangkat menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, tugas besar pertama yang dilakukannya adalah mengganti panglima perang Khalid bin Walid dengan Abu Ubaidah. Pergantian ini dilakukan pada saat Khalid bin Walid sedang melaksanakan tugas di medan perang Yarmuk melawan pasukan Romawi.

Sejarah mencatat, sejak Khalid bin Walid diangkat menjadi panglima perang pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, hampir seluruh pertempuran dimenangkannya, namun pada saat Khalid bin Walid sedang dipuncak dan meraih prestasi yang gemilang inilah Khalifah Umar bin Khatab menggantinya, hal ini dilakukannya karena Umar melihat dari sudut ketauhidan, fenomena umat Islam sudah mulai bergeser dalam memandang Khalid bin Walid.

Di dalam buku Al-Bidayah wan Nihiyah, Ibnu Katsir menceritakan :
Ketika berita pergantian panglima perang ini disampaikan kepada Khalid bin Walid, Khalid berkata kepada Abu Ubaidah penggantinya :
Khalid : “ semoga Allah memberikan rahmat kepada Anda, mengapa Anda tidak menyampaikannya kepada saya waktu berita itu Anda terima…? ”
Abu Ubaidah : “ saya tidak ingin mengganggu Anda yang sedang berperang ”.
Khalid : “ saya tidak mengharapkan kekuasaan, dan saya bukan bekerja untuk dunia, saya tidak melihat ada yang akan hilang atau putus dengan pergantian jabatan ini ”.

Dari peristiwa ini dapat dipetik beberapa hal : pertama : sikap Khalifah Umar bin Khatab mengganti Khalid bin Walid bukan dilandasi kedengkian dan kebencian, tetapi karena alasan akidah, sebagaimana perkataan Umar kepada Khalid “ Demi Allah, wahai Khalid, sesungguhnya engkau sangat kumuliakan dan kucintai ”. Kedua : Abu Ubaidah tidak merasa sombong dan congkak atau merasa lebih baik dari Khalid setelah diangkat menjadi panglima perang, tetapi malah sering meminta masukan dari Khalid tentang strategi perang ”. Khalid pun tidak merasa rendah diri atau kalah ketika jabatannya dicopot oleh Umar, bahkan mendoakan dan memberikan dukungan kepada Abu Ubaidah. Ketiga : baik Khalid maupun Ubaidah dalam pergantian ini tidak memperlihatkan sedikitpun rasa permusuhan ataupun persaingan, mereka tetap mengedepankan hubungan persaudaraan. Keempat : bahwa orientasi tugas yang mereka laksanakan bukan untuk sesuatu, melainkan karena Allah.

Kemudian, bisakah kita orang-orang BPN-RI memaknai bahwa pergantian jabatan, alih tugas, mutasi dan promosi seperti makna dari peristiwa masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khatab tadi…?, wallahualam...., tetapi karena pada prinsipnya, jabatan adalah AMANAH, bukan WARISAN, seharusnya dan selayaknyalah kita memaknainya seperti itu. Indah dan nikmat rasanya jika rasa tanggung jawab kepada rakyat, Negara dan Allah kita kedepankan dalam mengemban tugas-tugas bidang pertanahan yang diberikan dan dibebankan dipundak kita sebagai suatu amanah.

(bahan diperoleh dari : situs resmi BPN-RI (bpn.go.id) dan Buletin Jum’at.YLKM Indonesia)

Monday, March 26, 2007

AKU BUKAN SEPERTI YANG DULU...!

Dulu, yach belum lama sich, kira-kira 2 atau 3 tahun yang lalu, aku adalah orang biasa-biasa aja….
Dulu, aku dibilang pengangguran juga nggak, dibilang kerja juga nggak….
Dulu, pakaianku sedikit kumal dan nggak trendy….
Dulu, aku nggak punya dan nggak pernah juga pake jas atau dasi…
Dulu, aku kalau bertemu dengan orang-orang pemerintahan tidak pernah dianggukan kepala….
Dulu, aku jarang sekali bepergian naik pesawat udara…
Dulu, aku tidak pernah kenal dengan kata rapat, seminar, sidak, hearing, dengar pendapat dan semua kata-kata berat yang membuat orang tidak mengerti….
Dulu, aku tidak punya gelar sarjana S1, apalagi S2…
Dulu, aku tidak punya motor roda dua, apalagi mobil mewah…
Dulu, aku tidak punya kantor, atasan dan anak buah….
Dulu, aku hanya punya satu istri….

Setelah zaman ini berubah menjadi zaman reformasi, kehidupan dan segala label yang dulu ada padaku perlahan namun pasti, juga ikut berubah…

Sekarang, yach udah cukup lama juga sich, kira-kira 2 atau 3 tahun, aku adalah wakil dari sekelompok rakyat yang memilihku…
Sekarang, aku sudah punya pekerjaan tetap, walaupun mungkin hanya 5 tahun…
Sekarang, pakaianku jauh dari kumal dan senatiasa kuusahakan untuk tampil trendy…
Sekarang, aku nggak pede kalau tidak memakai jas, dasi dan kemeja lengan panjang…
Sekarang, orang-orang pemerintahan yang berpapasan dengan ku pasti akan menundukan kepalanya dan melempar seulas senyum manis…padaku
Sekarang, hampir setiap minggu aku menjadi penumpang pesawat udara, yang kadang-kadang aku sendiri tidak tahu untuk apa aku harus pergi…
Sekarang, bahasa yang kugunakan adalah bahasa yang susah dimengerti orang, ini sengaja kulakukan agar orang menganggapku seorang intelektual…
Sekarang, biar anda tau saja, sedang mempersiapkan disertasi doktoral, karena S1 dan S2 ku sudah kubeli dengan segepok doku, jadi jangan lupa, tolong cantumkan gelar-gelar itu kalau menuliskan namaku, mengundangku atau memuat berita tentangku…
Sekarang, aku memang tidak punya motor roda dua, tetapi aku hanya membeli “moge” (motor-gede) bermerk, lengkap dengan jaket kulit dan helm import… Mobil mewah sich kayaknya juga ada dech…, mau tau merknya…?, liat aja digarasi, terus kamu hitung berapa…?
Sekarang, kantorku ada, namanya gedung dewan, atasan ada, namanya ketua dewan, anak buah ada, namanya sekwan (sekretariat dewan), selain itu untuk menjaga keamananku, aku juga punya body-guard yang namanya satpol pp…
Sekarang istriku tetap satu, sekali lagi kuulangi “ TETAP SATU ”, tetapi kalau yang bukan istri, kayaknya cukup banyak juga sich…, biasalah, kan lagi trend…

Terus pak, mbak, boss…apalagi dong….

Yang jelas dan tolong dicatat ya….“ AKU BUKAN SEPERTI YANG DULU LAGI ” walau orang-orang yang kuwakili, yang menjadi konstituenku masih tetap seperti yang dulu….


Saturday, March 24, 2007

Analogi dari sebuah Keikhlasan...!!!

Kapan saat yang tepat untuk merenung…?
Pagi hari, atau kapan saja, khususnya pada saat kita buang air

Dimana…?
Ya dimana lagi kalau bukan di Water Closet (WC)/ atau Toilet atau /Lavatory

Lho koq disana, khan jijay….?(maksudnya jijik gitu lho...),
kita bisa bilang jijay saat ini, tapi pada saat kebelet, tdk ada tempat yang nikmat, kecuali disana. Itulah kelemahan manusia, pada saat dia tidak kita butuhkan, kita bilang dia bauk, jelek, kotor, jijay, tapi sekali kita butuh banget, setengah jam atau lebih kita bersedia nongkrongin dia dengan wajah sumringah, karena tanpa dia hidup tersiksa, siapa sich yang nggak tersiksa kalau lagi kebelet…?, apalagi kalau sedang terserang diare, tempat ini amat sangat kita butuhkan, jadi jangan bilang jijay lagi ya…!!!

Water Closet, istilah kerennya, Toilet istilah umumnya, Lavatory istilah ninggratnya, Kakus atau Jamban istilah kaum proletarnya atau masyarakat marginal, adalah tempat yang bukan saja tempat kita melepaskan hajat, tetapi tempat ini khususnya bagi saya pribadi, sering saya gunakan untuk merenung, menghayal, mencari inspirasi dan memaknai sebuah keikhlasan.

Merenung dan menghayal nggak usah saya jelaskan disini, karena kalau saya ceritakan, disamping tidak menarik, ceritanya berbau-bau pornoaksi, namanya aja renungan dan lamunan lelaki, biasanya nggak jauh-jauh dari perut…, yach disekitar situlah….

Mendapat inspirasi ditempat ini, jujur saya katakan, sering banget…, hampir semua tulisan-tulisan saya yang saya kirim ke Koran, dipostkan di Blogger, di bulletinkan di friendster berasal dari inspirasi yang saya dapat ditempat ini. Ditempat ini inspirasi begitu beragam yang datang, mulai dari persoalan kantor yang tidak terselesaikan, malah disini solusinya didapat, masyarakat marah karena pelayanan yang kami berikan belum memuaskan, disini juga terkadang saya temukan cara-cara untuk memuaskan pelanggan, masalah cari duit yang akhir-akhir ini dirasakan semakin tidak lancar, disini juga saya temukan peluang-peluang baru mencari uang…, pokoknya banyak dech yang bisa saya dapat dari tempat ini….

Dari semua yang saya jelaskan di atas, ada satu hal yang membuat saya amat sangat bersyukur, terutama kepada Allah, karena aktifitas yang saya lakukan, minimal 2 kali sehari ditempat ini, memberikan saya makna tentang keikhlasan yang hakiki, kenapa…?, mari kita renungkan bersama :

Hari ini, jam 10 siang tadi saya diundang untuk menghadiri acara pelantikan seorang sahabat menjadi pejabat baru disuatu instansi pemerintah, selesai acara oleh protokol kami dipersilahkan untuk makan siang ditempat yang telah ditentukan, bisa dibayangkan menu yang disajikan udah pasti uenak dan lezat, buanyak lagi jenisnya, wong namanya pelantikan pejabat, gimana nggak enak…
Pertama nasi putih wangi saya onggokkan dipiring, kedua ayam panggang balado, ketiga dendeng batokok, kemudian ikan tenggiri asam pedas, ditambah lagi sayur-sayuran segar, sambel terasi, pudding ager-ager dan buah-buahan, semuanya alhamdulillah masuk kedalam perut saya tanpa hambatan yang berarti. Sore harinya, saya juga diundang kawan nongkrong di sebuah cafe diwilayah Batam Center menikmati secangkir capucinno dan sepotong roti cheess.
Hari ini mulai dari siang perut saya terisi dengan semua yang nikmat-nikmat dan berkelas untuk ukuran saya…., tetapi apa lacur….!!!
Sesampai dirumah, belon sempat menunaikan sholat magrib, apa yang ada diperut mulai beraksi minta agar segera dikeluarkan, kalau tidak segera dikeluarkan kayaknya mereka akan membuat keributan, wah…, gawat nich saya pikir, baru aja ngrasain yang enak-enak koq udah mau dikeluarin, mbok yo bertahan sampe pagi gitu lho…. Tawaran imaginative yang saya sampaikan tidak diterima, seketika itu juga saya penuhi keinginan itu, saya keluarkan semua yang enak-enak tadi dengan perasaan puas, legowo dan ikhlas, se ikhlas-ikhlasnya. Tidak lama, kira-kira 7 menitan, proses itu berlangsung, manfaat yang saya rasakan adalah Segar tanpa beban, sehat jiwa dan raga, coba kalau nggak dikeluarkan, wach.., bikin repot dan mungkin saja penyakit yang akan menyerang kita.

Selesai magrib saya, bertafakur mengingat-ingat yang enak-enak yang saya nikmati hari ini, dan pada hari ini juga yang enak-enak tadi saya keluarkan dan buang tanpa sedikitpun rasa dongkol, marah atau kecewa…., kemudian dalam hati saya berkata “ Seperti inilah harusnya kita memaknai keikhlasan, pada saat sesuatu yang begitu kita sayangi, sesuatu yang begitu kita kagumi, sesuatu yang sangat berharga harus kita berikan kepada orang lain ”, karena jika itu tidak kita berikan atau keluarkan akan membawa mudharat bagi tubuh dan jiwa kita.

Thursday, March 22, 2007

Mengemis, sebuah wujud dari Budaya Malas

Hampir disemua per-empatan jalan, tepatnya di sekitar wilayah bangjo (traffic- light) setiap hari dan bahkan sampai dini hari kita melihat pemandangan yang menyedihkan tentang sebuah masa depan generasi kita, yaitu pengemis jalanan anak-anak. Keberadaan mereka bukan hanya di ibukota, hampir disemua wilayah perkotaan di Indonesia hal itu dapat dipastikan ada.

Yang menjadi pertanyaan, “ mengapa mereka disana…?” dan “ adakah yang peduli dengan meraka….? ”, beragam jawaban beserta janji pernah kita dengar, namun jawaban itu hanya berwujud retorika belaka, yg belum dan entah sampai kapan akan berwujud nyata.

Mengapa mereka disana….?, pertanyaan ini selalu menghantuiku dan memintaku untuk menjawabnya…, naluri tugasku sebagai pemberi pemberdayaan kepada masyarakat berusaha untuk mengusik, menilik dan membidik mereka dengan caraku dan analisaku sendiri tanpa referensi pada makalah, karya tulis dan bahkan mungkin textbook tentang peoples empowerment yang menumpuk dan tersusun rapi dimejaku karena aku malas membacanya.

Jawaban yang bisa kuberikan adalah “ karena mereka malas dan dimalaskan oleh situasi dan budaya…!!! ”. Malas cenderung membuat kita kehilangan harga diri, malu, menurunnya etos kerja dan yang lebih tragis lagi, kita kehilangan nilai-nilai luhur yang difitrahkan tuhan kepada kita.

Kemiskinan bukan penyebab utama munculnya pengemis jalanan ini, tidak sedikit orang miskin yang mau bertukus lumus mengais rejeki dari tumpukan sampah, berjalan berkilo-kilo meter menjajakan jasa untuk membersihkan apa saja yg patut dibersihkan, memperbaiki apa saja yg patut diperbaiki, dan semua pekerjaan terpuji lainnya demi menghidupi keluarganya, demi SPP anak-anaknya, dan demi kelangsungan tetap bertenggernya periuk nasi diatas tungku-tungku perapian sebagai harapan bagi keluarganya. Apakah mereka mencari jalan pintas dengan cara mengemis…?, ternyata tidak, pantang bagi mereka melakukan itu, karena di dalam jiwanya masih ada semangat untuk bekerja dan rasa malu, walau seberat apapun pekerjaan itu.

Pekerjaan memang tidak bisa ditunggu datangnya, tetapi ia harus dicari dan diciptakan, mencari dan mencipta hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang rajin dan kreatif, bagi sipemalas, mencari dan mencipta tidak ada dalam kamus hidupnya.
Kemudian budaya kasihan, iba, nggak tegaan, takut adalah budaya yang ada dalam diri kita yang membuat kemalasan itu tumbuh subur di bumi ini. Tanpa kita sadari budaya ini ikut menciptakan lapangan kerja yang namanya NGEMIS…!!!, coba kita tinggalkan budaya ini sebulan atau 2 (dua) minggu saja, yakin dan percaya semua pengemis akan hilang dan berkurang di negeri ini, “ lho koq segitu yakinnya sich…?”, jangan protes dulu, coba sama-sama kita pikirkan, kalau semua orang tidak lagi kasian dan iba dengan cara tidak memberi uang atau sesuatu kepada pengemis, kira-kira masih mau nggak selama sebulan atau 2 (dua) minggu mereka nongkrong disana untuk sekedar menadahkan tangan, tanpa seorangpun yang mau memberi…?, karena mereka manusia yang diberikan oleh Tuhan akal dan pikiran, maka dalam kondisi yang begini mereka pasti akan menggunakannya, kemudian akan berkata “ngapain gue disini, gak ada yg ngasih duit lagi koq…” umpan baliknya adalah timbulnya inisiatif untuk mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhannya, soal pekerjaan lain itu berdampak munculnya persoalan sosial lainnya, itu nanti kita bahas kembali, yang penting saat ini kita focus dulu kepersoalan pengemis, setuju…?. Teori mengatakan kalau Suplay sudah terputus Demand pun akan mati. Sepanjang suplay and demand ini masih berlangsung dapat dipastikan PENGEMIS itu akan tetap ada dan mungkin bertambah.

Tidak manusiawi rasanya kalau aku menganjurkan orang-orang untuk tidak bersikap kasian, iba, eman, terlebih kepada pengemis, tapi demi terciptanya generasi bangsa yang rajin dan kreatif nggak ada salahnya cara ini kita coba terapkan. Sikap kasian, iba, peduli dan semua sikap-sikap baik itu salurkan saja ke tempat-tempat yang tepat dan pilih pengelolanya diyakini amanah. Sikap tidak memberikan sesuatu kepada pengemis ini, harus kita budayakan, bukan hanya kepada pengemis butut, bauk, jelek, dekil saja, tetapi juga kepada pengemis berdasi, bersafari dan berseragam yang juga ada dan banyak jumlahnya di negeri ini.

Kemudian dari pertanyaan kedua “ adakah yang peduli dengan meraka….? ”, jawabnya ada dan banyak. UUD 1945 baik yang lama maupun yang sudah diamandement mengamanatkan agar pemerintah peduli kepada rakyat miskin dan orang-orang terlantar, sekarang mungkin aja belum kelihatan kiprahnya, tapi yakinlah suatu saat hal itu akan terwujud. Sekali lagi aku perlu tekankan, bahwa semua upaya, niat baik, program pemberdayaan masyarakat tidak akan bermakna kalau rakyat lemah dan malas.

Pesawat Jatuh

Membaca buku “ merenung sampai mati”, karangan Prie GS, kadang-kadang membuat saya ketawa, sedih, merinding dan terkadang haru. Dalam salah satu tulisannya dalam buku itu yg berjudul “ Pesawat Jatuh “ menarik untuk saya ulas dan ceritakan kembali disini.

Pesawat Jatuh, bagi Prie GS, adalah sesuatu yg lumrah dan wajar-wajar saja, karena setiap yg bermain diketinggian harus siap jatuh, jadi jatuhnya pesawat adalah kodrat, layaknya kodrat manusia hidup adalah kematian. Memaksakan pesawat utk terus menerus terbang dengan selamat sama halnya dengan memaksa manusia terus menerus hidup.

Di dalam paragraph lain dari tulisan ini, dia mengajak kita semua untuk merubah gaya dan cara pandang kita pada saat akan menaiki pesawat, yaitu dengan menganggap dan membayangkan bahwa pesawat adalah peti mati massal, sehingga didalam lambung pesawat, STOP.....!!! semua pembicaraan dunia, karena kematian hanya berjarak sekian millimeter disamping kita.

Sekilas pendapat-pendapat dari tulisan ini sepertinya membenarkan alasan dari pejabat terkait tentang penyebab terjadinya beberapa musibah dan kecelakaan yang melanda negeri ini yang mengatakan bahwa “ ini musibah ”. Diluar konteks pembenaran dan pembelaan terhadap pihak-pihak terkait, pendapat ini nggak ada salahnya kalau kita renungi dan hayati secara naluriah.

Kecelakaan, musibah dan bencana yg silih berganti menimpa negeri ini, sebenarnya adalah cara Tuhan untuk meminta kita berpaling sejenak dari hal-hal yang selama ini menurut kita adalah kewajaran dan kelumrahan ternyata TIDAK bagi Tuhan, bukankah selama ini kita selalu menganggap bahwa :
Keselamatan yang kita alami adalah akibat dari kecanggihan teknologi transportasi semata….?
Kesehatan yang kita rasakan adalah akibat dari kecanggihan dibidang farmasi dan kedokteran semata…..?
Kepintaran dan kepandaian adalah akibat dari majunya system pendidikan dan terpenuhinya Gizi….?
Berangkat ketanah suci Mekkah menjalankan ibadah haji karena saya punya uang….?
Saya seperti dan kaya begini, karena selama ini saya giat bekerja, hemat dan sebagainya dan sebagainya alasan dikemukakan dan dijadikan penyebab mengapa hal itu terjadi….
Jarang dan langka sekali kita dengar saat ini, jika itu hal yg menyenangkan dan menggembirakan, orang membawa nama SANG PENCIPTA sebagai penyebabnya, tetapi pada saat musibah datang, kesusahan dan kesulitan membebani, penyakit menggrogoti, nama SANG PENCIPTA selalu terdengar, “ ini adalah kehendak Tuhan ”

Sudah saatnya kita semua, bukan hanya bertobat, tetapi kembali menatap bukan hanya dengan mata lahir, karena mata lahir ini sudah sering tersilaukan oleh cahaya dunia, tetapi harus kita gunakan juga mata hati yang insya Allah belum terkontaminasi oleh racun dunia.
Berdirinya Borobudur, Taj Mahal, Menara Eiffel, Pisa, Monas atau Tembok Besar Cina, dan kemajuan teknologi diberbagai bidang, bukanlah keajaiban dunia semata, tetapi adalah berkat keajaiban Tuhan yg memberikan secuil ilmunya kepada manusia, jadi sudah sepatutnya kita bersyukur kepadaNya.

Saturday, March 17, 2007

Tanah

Kayaknya nggak semua orang mungkin kerjanya mikirin tanah, tapi bagi kami yang kerja di instansi yang dipercaya Negara untuk ngurusin tanah,... hampir setiap hari yang kami kerjakan adalah segala sesuatu tentang tanah, mulai dari tanah siapa ini…?, dipake untuk apa tanah ini...?, statusnya masih bebas atau udah nggak bebas lagi...?, atau mungkin juga dalam sengketa apa nggak...?, diterlantarkan apa nggak...?, (maksudnya ditinggal gitu doang, biasanya yg begini yg punya orang kaya, kalau yg punya biasa2 aja duitnya,... biasa tu tanah pasti di eman-eman..., dirawat dan diusahakan), tanah ini lagi digadaiin apa nggak...?, pokoknya itu dech urusan kita saban hari, saking seringnya kita berurusan dengan tanah, muke-muke kita and bauk kita udah persis ama tanah...

Persoalan tanah di negeri ini kayaknya nggak pernah selesai-selesai, dan bahkan tambah hari persoalan tanah makin nambah juga jumlahnya dan makin runyam kualitas permasalahannya, tau nggak kenapa...?, karena berdasarkan theory, tanah dari segi jumlah/luas/bentangannya semakin hari semakin mengecil, berkurang dan habis, sementara yang pengen dan butuh tanah, mulai dari yang hidup sampe yang mati, mulai dari bayi sampe kakek-kakek dan nenek-nenek, mulai dari orang miskin sampe orang kaya, mulai dari pedagang kecil sampe yang konglomerat, mulai dari petani gurem sampe yang pengusaha perkebunan semua butuh tanah, jadi sesuai dengan theory ekonomi, .... yach wajar-wajar aja kalau tanah itu semakin lama semakin mahal harganya, semakin sulit didapat dan digandrungi banyak pihak, saking digandrunginya tanah, sampe-sampe orang rela melakukan apa saja demi tanah, menghalalkan segala cara, bersikap zholim dan banyak lagi upaya-upaya orang untuk menguasai tanah yang akibatnya menimbulkan banyak konflik kepentingan...

Ibarat wanita cantik, tanah saat ini sangat dikagumi, dikejar-kejar…, e malah ada yang udah dimiliki orang diaku-aku, disuruh cerai, dsbnya-dsbnya…nggak jauh seperti celebrities kita….. Sebagai orang yang tiap hari bergelut dengan tanah, kami punya kiat buat, bpk, ibu, mas, mbak, adek, jeng, teteh sekalian…, " punya tanah nggak…?", " nggak…", ya udah gak papa, ntar juga punya, walau itu namanya kapling 1 X 2 M2, buat yang udah punya tanah, beberapa hal yg mesti dilakukan terhadap tanah adalah :

1. Selain surat-surat tanah, suatu bidang tanah harus dikuasai fisiknya, percuma khan kalau pegang surat doang, sementara tanahnya dikuasai orang, kalau udah begini repot khan..?, nggak gampang lho ngusir orang…, bukti-bukti penguasaan fisik itu bisa berupa digarapnya tanah tersebut utk usaha-usaha pertanian, didirikan bangunan dsb-dsbnya, gampangnya kalau orang liat tanah tersebut tidak seperti hutan belukar…, atau tidak seperti tempat jin buang anak… yach digaraplah…, walau hanya ditanamin sayur atau singkong.

2. Pasang patok, atau tanda batas, atau pagar pada setiap sudut bidang tanah dan ingat, pada saat patok dipasang usahakan tetangga-tetangga sebelah menyebelah tanah tersebut tau dan diberitahu, dan kalau bisa mereka hadir dan menyetujui tempat dimana patok, tanda batas atau pagar itu dipasang, jangan diem-diem, karena apa…?, karena kalau ada yang nggak terima atau complain atas pemasangan tanda batas tersebut, kita tau.., kalau masalah dari awal-awal udah tau khan enak… dan gampang diselesaikan. Seandainya ada permasalahan atau sengketa tentang batas ini, usahakan diselesaikan dengan cara-cara kekeluargaan, berembuk dulu dengan melibatkan pihak-pihak terkait, misalnya RT/RW, pak Lurah dan Camat yang berkuasa di wilayah itu…, jangan langsung lapor polisi atau ada juga yg langsung minta bantuan preman…wach kalau udah begini repot dan panjang ceritanya, kalau ceritanya panjang…, kita pasti nggak bisa tidur…

3. Kalau, bpk, ibu, mas, mbak, adek, jeng, teteh sekalian…, punya banyak duit.., tajir gitu…, kalau bisa jangan beli tanah banyak-banyak dong, nggak baek kalau tanah dijadikan barang investasi apalagi luasnya nggak terhingga, nyang laen aja, saham kek, deposito kek, obligasi kek…., pokonya jangan tanah…, lho emang kenapa om..?, ya pokoknya jangan dech , karena tanah itu ada fungsi sosialnya…., khan nggak adil, nggak etis dan nggak manusiawi kalau kita punya tanah luas-luas ternyata saudara-saudara kita masih ada yang semeter persegi aja belon punya, petani kita yang katanya petani tapi nggak punya tanah… banyak lho.., itu yang dinamakan buruh tani.., kasian khan.., terus kebanyakan tanah juga repot ngurusnya, belon kalau timbul sengketa…, makin repot

4. kemudian yang terakhir, kalau punya tanah, usahakan pajaknya dibayar, terus biar lebih menjamin lagi tentang kepastiannya, tanahnya harus di sertipikatin, kalau udah punya sertipikat, selain sertipikat itu bisa dijadikan jaminan hutan ke bank untuk pinjam duit sebagai modal usaha, tanah yang bersertipikatpun gampang untuk dijual, tapi yang paling penting diketahui, bahwa sertipikat hak atas tanah itu menjamin kepastian hukum pemegang hak atas tanahnya (siapa yg punya), kepastian luasnya… dan kepastian jenis hak atas tanahnya, misalnya Hak Milik (HM), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP) dll.

Segitu dulu ya bpk, ibu, mas, mbak, adek, jeng, teteh sekalian, mudah2an maklum, kami mafhum sekali yang baca pasti orang pinter-pinter, tapi tidak semua orang pinter ngerti tentang tanah, kalau yang udah ngerti makasih, yang belon ngerti moga aja bermanfaat. Kami perlu menyampaikan ini, karena ini adalah tugas kami dan amanah, serta amanat UUD 1945 dan Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) yang menyatakan bahwa “ tanah harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat “

Tuesday, March 13, 2007

Sebuah Apresiasi utk Orang-Orang Tercinta...

Disekelilingku, banyak sekali orang-orang yang aku cintai…, mereka mengilhami dan memberikan aku inspirasi tentang berbagai hal, tentang bagaimana " berjalan “ dimuka bumi ini…".

Almarhum ayah dan emakku (H. Zaini Dahlan dan Syamsidar), ini adalah orang yang pertama sekali mewariskan kepadaku sifat-sifat santun, tegar, saling menyayangi, berkepribadian dan segala sifat-sifat dan prilaku baik, walau kadang warisannya ini sering tidak kugunakan sebagaimana mestinya…., sehingga dalam melangkah dan berjalan aku sering terjerembab, jatuh dan bertabrakan…, syukur berkat warisannya itu aku tidak sampai terluka parah…

Satu warisannya yang tidak pernah habis walau sampai tujuh turunan, yaitu pesannya kepadaku “ kami tidak ingin menciptakan kamu menjadi ini, maupun itu anakku…, seandainya kamu menjadi selember daun keringpun, kamu tetap anakku…, tetapi jadilah selembar daun kering yang bisa memberikan manfaat sekalipun hanya kepada seekor ulat….”. Dahsyat…, sungguh berat aku menerima warisan ini…

Kakak-kakakku…, yang menggantikan peran ayah dan emakku setelah beliau meninggal…

Pamanku…, yang memberikan suntikan semangat pada saat aku membutuhkan semangat

Guru-guruku disemua strata pendidikan yang aku jalani,termasuk guru ngajiku yang memberiku lentera dan suluh, sehingga aku bisa berjalan dalam kegelapan dunia, dengan lentera dan suluh yang diberikannya dengan ikhlas ini, aku bisa melihat onak dan duri, melihat intan dan berlian, melihat kemiskinan dan kemewahan, melihat semua…, hitam..., putih…, dan berwarna...!!!.

Pimpinanku, Bp. Ir. Soepardji M. Uno yang pertama sekali membuka mataku dan mungkin juga mata “ Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah “ BPN Propinsi Riau tentang pentingnya teknologi informasi (IT) dilingkungan bidang ini, sehingga yang dulu belum kenal komputer, menjadi kenal komputer, yang dulunya nggak mau, menjadi mau, tanpa bermaksud melakukan cultus individu terhadap beliau, secara pribadi, beliaulah orang pertama yang membangunkan adrenalin dalam tubuhku untuk ikut peduli dengan memerintahkan kepadaku untuk mengajar komputer dilingkungan Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah Provinsi Riau, kemudian yang mengusulkanku, mengangkatku, memberi amanah kepadaku menjadi Pejabat eselon V setelah 6 tahun aku malang melintang dengan gelar sarjanaku sebagai Tukang Ukur Tanah…, tanpa seorang Supardji M. Uno aku hanya dilihat sebagai seorang pemberontak, tukang protes, tengil, degil dan semua yang nggak enak-enak dech…, yach.., memang begitulah aku dan ini ku akui….

Kepala Kantorku, Bp. Drs. Jusfin Ketaren, yang mengajariku bertanggung jawab terhadap pelayanan kepada masyarakat, yang mengajariku tidak berorientasi pada uang pada saat melaksanakan tugas-tugas pertanahan, yang mengajari bagaimana membuat BPN menjadi bermakna bagi orang lain, dan berwibawa serta bermarwah dimata Pemerintah Daerah, dan Otorita Batam.

Kepala Kantorku, Bp. Helfi Noezir, SH., yang memberiku banyak tanggung jawab, terutama sekali dalam menyelesaikan berbagai hal di Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Riau, yang mengajariku dan mengasah naluriku untuk cepat dan tanggap dengan segala permasalahan pertanahan, walau sekecil apapun permasalahan itu… yang penting… TL, sgr (tindak lanjuti segera…) begitu bunyi disposisi yang selalu beliau sampaikan kepadaku, melalui beliau aku matang dan terbiasa menghadapi masalah, satu pesan beliau yang tidak pernah aku lupakan…” pada saat orang menyampaikan masalahnya kepadamu, usahakan agar orang tersebut puas pada saat meninggalkan ruanganmu, walau jawaban yang kamu berikan bisa, atau tidak "

Terakhir dan hampir setiap hari aku sampaikan apresiasiku, tetapi tidak puas aku jika ini tidak termasuk dalam tulisanku, yaitu ISTRI dan ketiga DARA MANISKU…, mereka-mereka ini adalah inspirasiku, tanpa mereka aku tidak akan seperti ini, yang slalu menghiburku pada saat aku sedih, yang slalu memberiku makna pada saat aku merasa tak bermakna, dan yang terpenting mereka semua sampai saat ini selalu membuatku BANGGA.

Monday, March 12, 2007

Mimpi, ...Andai Aku jadi Kepala Kantor Pertanahan

Keberanian untuk menulis ini adalah hasil dari survei yang aku lakukan pada beberapa peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di negeri ini, kemudian berdasarkan norma-norma agama yang aku anutpun ternyata BERMIMPI itu tidak dilarang, kesimpulannnya mau jadi apa saja dan mau apapun…asal masih dalam konteks MIMPI... ya monggo-monggo aja mas…, nggak dilarang koq…!!!

Andai aku jadi Kepala Kantor Pertanahan, pertama-tama yang akan aku tanamkan kepada diriku dan seluruh staf yang aku pimpin adalah bahwa kantor ini adalah KANTOR KITA, bukan KANTOR AKU, KANTOR KAMU atau KANTOR DIA, sekali lagi kita sepakat bahwa kantor ini adalah : KANTOR KITA..., kalau ada yang merasa kantor ini punya dia dan punya aku, dari awal-awal kita persilahkan untuk tidak bergabung.

Andai aku jadi Kepala Kantor Pertanahan, pertama-tama yang akan aku tanamkan kepada diriku dan seluruh staf yang aku pimpin adalah bahwa kantor ini adalah KANTOR PERTANAHAN, yang mengurus segala sesuatu tentang TANAH, bukan KANTOR URUSAN SERTIPIKAT TANAH, kalau ada yang kerjanya hanya bisa ngurusin sertipikat doang..., sekali lagi kita persilahkan untuk tidak bergabung.

Andai (karena masih mimpi, kata andai tetap dipake disini) diantara kita telah sepakat bahwa kantor ini KANTOR KITA dan kantor ini KANTOR PERTANAHAN, aku sebagai pimpinan akan menetapkan 2 (dua) PROGRAM UTAMA, pertama : Pelayanan Kedalam, dan kedua : Pelayanan Keluar, cukup 2 program aja..., kebanyakan program takut nggak bisa direalisasikan, walaupun cuma dalam mimpi, program kerja yang akan aku buat nggak perlu muluk-muluk, kerjakan aja yang kira-kira bisa aku dan stafku laksanakan, kalau kebanyakan janji takut nggak bisa dipenuhi, kalau udah begini ntar dituduh melakukan kebohongan publik, repot khan....

Pelayanan Kedalam yang akan aku lakukan adalah memberikan perhatian kepada segala sesuatu yang ada dikantor, terutama yang wujudnya orang, yang mungkin selama ini belum merasa diorangkan atau tidak merasa jadi orang, akibat yang timbul dari kondisi yang bersangkutan belum merasa diorangkan atau jadi orang, seringkali orang-orang ini dalam bersikap dan bertindak, terutama sekali dalam melaksanakan pelayanan tidak seperti “orang” padahal yang akan kita layani adalah orang, makanya program mengorangkan orang ini merupakan program yang harus dan wajib sifatnya, kalau program ini gagal dapat dipastikan tugas-tugas yang lain akan sangat berat dan mungkin saja tidak bisa dilaksanakan. Kalau program ini gagal dan tidak aku laksanakan, tolong... segera bangunkan saya sehingga saya terbangun dan mimpi ini tidak berlanjut…!!!

Program menjadikan orang menjadi “orang” dalam tanda kutip, sebenarnya nggak susah-susah amat koq kalau kita juga “orang“, pertama saling memperhatikan, kedua saling mengingatkan, dan ketiga saling berbagi (bukan hanya yang nggak enak, yang uenaaak juga harus dibagi), kalau ketiga syarat ini sudah dijalankan Insya Allah semuanya akan beres, karena menurut Socrates : “ disetiap hati kecil manusia (orang) terdapat rasa dan keadilan yang hakiki, hidupkan detak-detak kesucian itu, sebab setiap manusia (orang) itu adalah sebagian dari Nur Tuhan, adil dan penuh kasih. Meskipun detak-detak kesucian itu sering terselubung dan ditutupi oleh kabut kebendaan, ketamakan, kejahatan dan berbagai kedholiman, namun nur itu tetap ada dan tidak dapat dihilangkan, karena Nur itu abadi “. Kemudian pendapat “ bahwa kalau orang-orang disekitar kita kuat dan berdaya, maka kita akan menjadi lemah dan tidak berdaya, begitu juga sebaliknya “ mulai saat ini harus dihapus dalam brain storage kita, karena ini masalahnya bukan kuat-kuatan dan lemah-lemahan, tapi bagaimana BERSAMA KITA BISA…

Pelayanan Keluar, yang selama ini rutin kita lakukan akan tetap saya jalankan, tapi karena saya sedang bermimpi boleh dong kalau saya di dalam melaksanakan pelayanan keluar ini, mencoba keluar sedikit dari rutinitas yang selama ini kita laksanakan, menurut DR. Soedjarwo “ akibat dari kegiatan rutinitas membuat pola pikir pegawai BPN bersikap “inward looking”, laksana undur-undur yang bergerak dan berputar hanya kedalam, diharapkan dengan melihat keluar BPN akan bersikap “outward looking” yang bersifat lebih luas dan aspiratif ", sehingga tuntutan agar BPN itu “ membumi “ dapat segera dirasakan oleh masyarakat dan stakeholder sebagai subjek dan objek tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam rangka pelayanan keluar beberapa hal yang akan aku laksanakan adalah :

1. melaksanakan pelayanan prima dengan menerapkan budaya Senyum dan Ramah, kepada semua pelanggan dan pengguna jasa. Budaya ini sangat jarang dan agak langka kita temui saat ini, terutama di kantor-kantor pelayanan yang pegawainya berlabel PNS, dengan budaya Senyum dan Ramah diharapkan kesan pertama yang dirasakan pelanggan begitu menggoda..., maka selanjutnya dia akan berkata INI BARU BPN…
2. melaksanakan pelayanan prima dengan menerapkan budaya Tegur dan Sapa, budaya inipun sudah mulai hilang dibeberapa kantor pelayanan negeri ini, sehingga banyak pelanggan yang bengong dan bingung pada saat mendatangi kantor pelayanan, tetapi tidak satupun pegawai yang bekerja disana dan bertanya atau menyapanya, walau hanya dengan satu kalimat “ ada yang bisa kami bantu…? “, budaya Tegur dan Sapa ini wajib bagi semua pegawaiku.

3. melaksanakan pelayanan prima dengan menerapkan budaya Transparan dan Tepat Waktu. Jelas dan dimengerti informasi yang diberikan, terutama sekali informasi tentang persyaratan administrasi yang dibutuhkan, jangan menambah-nambah persyaratan yang tidak perlu, kemudian besarnya biaya pelayanan harus diketahui oleh pengguna jasa sedetail mungkin sehingga tidak timbul prasangka negatif, setiap biaya yang dibayar olah pelanggan harus dibuktikan dengan tanda terima, tidak etis dan manusiawi kalau kita menolak memberikan tanda terima atas apa yang telah dibayarkan oleh pelanggan, dalam prakteknya sering kita temui jawaban “ masa bpk/ibu nggak percaya sich...! “ saat tanda terima diminta oleh sipenyetor… meminta tanda terima dan memberikan tanda terima, uang maupun berkas yang kita terima bukan persoalan percaya atau tidak percaya, tapi ini adalah persoalan akuntabilitas yang harus kita berikan kepada publik. Kemudian dari semua itu, pelayanan baru dinyatakan prima banget..., jika jangka waktu pelayanan itu terukur dan tepat waktu, sudah bukan zamannya lagi kita untuk santai dalam melaksanakan tugas pelayanan ini, apalagi kalau diembel-embeli dengan sikap sok kuasa, mempersulit, tanpa aku pekerjaan ini tidak akan selesai, dsbnya-dsbnya..., kalau sifat-sifat ini masih ada sekali lagi aku katakan jangan bergabung dan KELAUT AJA DECH LOE…!, berikan kata pasti…..

4. Paradigma lama yang sampai saat ini masih terjadi, apabila masyarakat pemilik tanah datang dan bertanya tentang permohonan hak atas tanah, yang selalu menjadi pertanyaan pertama kita adalah “ bpk/ibu punya surat-surat apa..? “, menurut aku, sekali lagi menurut aku lho pertanyaan ini KELIRU..., akibat seringnya pertanyaan ini kita lontarkan kepada masyarakat, dibenak masyarakat selalu tertanam untuk mengada-adakan surat-surat tanah terlebih dahulu sebelum ke Kantor Pertanahan, sehingga ditengah masyarakat kita saat ini diciptakan, beredar dan diterbitkan berbagai surat-surat tanah yang namanyapun bermacam-macam, hal ini terjadi karena kita mengutamakan adanya surat-surat tanah terlebih dahulu, padahal kalau kita mengkaji lebih dalam UUPA, tidak seperti itu adanya. Pertanyaan yang harus kita sampaikan kemasyarakat harus kita ganti dengan pertanyaan “ dimana letak tanah bpk/ibu…?”, “ sudah berapa lama tanah tersebut sudah bpk/ibu dikuasai...? “, “ saat ini tanah tersebut diusahakan untuk apa…? “, baru setelah ini kita tanyakan, surat-surat bukti kepemilikannya.

5. Masih dalam kondisi MIMPI, aku perlu ingatkan pada semua stafku, bahwa saat ini kita bukan BPN yang dulu, tetapi BPN-BARU, untuk itu minimal 2 minggu sekali aku akan berkeliling ke wilayah-wilayah pedesaan yang menurut istilah trendnya wilayah hinterlad tempat dimana masyarakat marginal lebih banyak bermukim, disini aku akan bertanya kepada masyarakat pemilik tanah dengan pertanyaan “ mau bapak/ibu apakan tanah ini…? ”, selanjutnya saya akan tanyakan “ setelah sekian lama tanah ini bapak/ibu kuasai, memberikan manfaat nggak tanah ini kepada bapak/ibu..? ”, jawaban apapun yang aku terima dari masyarakat marginal ini akan aku sampaikan kepada semua penentu kebijakan dan pemilik modal yang ada diwilayah Kabupaten/Kota tempat dimana aku menjadi Kepala Kantor Pertanahan MIMPI dan mengajak semuanya menjadikan tanah masyarakat ini sebagai salah satu aset sosial ekonomi yang dimiliki masyarakat hinterland. dengan adanya kegiatan ini, kebiasaanku yang sering melayani Tamu, PPAT, Pengusaha dan Developer mungkin akan sedikit aku kurangi, dapat diprediksi nggak bakalan lama hasil survei Bpk. Joyo Winoto, Ph.D yang menyimpulkan bahwa BPN tidak ramah lingkungan dan lebih berpihak kepada pemilik modal akan saya TIP-EX alias hapus sampe nggak nampak lagi, karena di kantorku hal itu tidak terbukti…

Mimpi di siang bolong karena aku tidurnya memang disiang bolong jarang sekali terbukti kebenarannya dan menjadi kenyataan..., tapi alhamdulillah sebagai seorang pemimpi aku tidak seperi Si Bisu Bermimpi, yang merasakan nikmat dan indahnya mimpi tetapi tidak dapat menceritakan mimpinya kepada orang lain, kepada semua yang sedang tidak BERMIMPI saya sampaikan sebuah pesan moral bahwa untuk melaksanakan dan menjalankan semua itu ternyata TIDAK HARUS MIMPI…, semoga…

Powered By Blogger