Friday, March 30, 2007

REGENERASI KEPEMIMPINAN

Jabatan bukan warisan melainkan suatu amanah, begitu inti dari berita home page bpn.go.id yang saya baca hari, kemudian dari berita pelantikan 23 orang pejabat eselon II, III, dan IV dilingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI) ini, juga disampaikan bahwa bagi para pejabat yang baru dilantik dan menduduki jabatan baru dan mungkin juga diwilayah yang baru dituntut untuk bekerja keras dengan keikhlasan batin yang tinggi dan pikiran yang jernih, berdasarkan prinsip ini maka tugas yang berat menjadi ringan, tugas yang berat menjadi kenikmatan, tugas yang berat menjadi hikmah dan tugas yang berat itu menjadi ibadah.

Sebagaimana kita lihat bersama, sejak tanggal 21 Juni 2006, Bapak Joyo Winoto, Ph.D selaku Kepala BPN-RI telah melaksanakan pergantian, pemutasian, dan mempromosikan pejabat dilingkungan BPN-RI, mulai dari pejabat esselon I sampai V, hal ini dilakukan beliau dalam rangka melaksanakan salah satu agenda besar dari sebelas agenda BPN-RI, yaitu penataan kelembagaan. Penataan kelembagaan ini mutlak dilakukan untuk mengantisipasi dan menyikapi perluasan dan pendalaman tanggungjawab yang dipikul oleh BPN-RI, sehingga diharapkan BPN-RI menjadi organisasi yang semakin baik, semakin bertanggungjawab dan tentunya semakin dipercaya oleh rakyat Indonesia.

Menyikapi fenomena baru yang dilakukan oleh Bapak Joyo Winoto, Ph.D ini, mungkin mengagetkan bagi sebagian besar pejabat, khususnya pejabat-pejabat di daerah mulai dari Kakanwil BPN Propinsi, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan pejabat dijajaran bawahnya, seperti Kepala Seksi dan Kepala Sub Bagian Tata Usaha. Sebelumnya jabatan bagi sebagian besar orang BPN seolah-olah adalah sebuah warisan bukan suatu amanah, sehingga terlihat jelas bagi kita semua insan pertanahan di negeri ini atau mungkin juga kita pernah mengalaminya, bagaimana jabatan itu melekat dan bertahan pada diri seorang pejabat BPN, saat itu, bagi generasi di bawahnya, memperoleh jabatan atau mendapat promosi laksana mengharapkan setetes air di gurun sahara.

Melihat fenomena ini, saya teringat dengan sebuah cerita.
Tatkala Umar bin Khatab RA diangkat menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, tugas besar pertama yang dilakukannya adalah mengganti panglima perang Khalid bin Walid dengan Abu Ubaidah. Pergantian ini dilakukan pada saat Khalid bin Walid sedang melaksanakan tugas di medan perang Yarmuk melawan pasukan Romawi.

Sejarah mencatat, sejak Khalid bin Walid diangkat menjadi panglima perang pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, hampir seluruh pertempuran dimenangkannya, namun pada saat Khalid bin Walid sedang dipuncak dan meraih prestasi yang gemilang inilah Khalifah Umar bin Khatab menggantinya, hal ini dilakukannya karena Umar melihat dari sudut ketauhidan, fenomena umat Islam sudah mulai bergeser dalam memandang Khalid bin Walid.

Di dalam buku Al-Bidayah wan Nihiyah, Ibnu Katsir menceritakan :
Ketika berita pergantian panglima perang ini disampaikan kepada Khalid bin Walid, Khalid berkata kepada Abu Ubaidah penggantinya :
Khalid : “ semoga Allah memberikan rahmat kepada Anda, mengapa Anda tidak menyampaikannya kepada saya waktu berita itu Anda terima…? ”
Abu Ubaidah : “ saya tidak ingin mengganggu Anda yang sedang berperang ”.
Khalid : “ saya tidak mengharapkan kekuasaan, dan saya bukan bekerja untuk dunia, saya tidak melihat ada yang akan hilang atau putus dengan pergantian jabatan ini ”.

Dari peristiwa ini dapat dipetik beberapa hal : pertama : sikap Khalifah Umar bin Khatab mengganti Khalid bin Walid bukan dilandasi kedengkian dan kebencian, tetapi karena alasan akidah, sebagaimana perkataan Umar kepada Khalid “ Demi Allah, wahai Khalid, sesungguhnya engkau sangat kumuliakan dan kucintai ”. Kedua : Abu Ubaidah tidak merasa sombong dan congkak atau merasa lebih baik dari Khalid setelah diangkat menjadi panglima perang, tetapi malah sering meminta masukan dari Khalid tentang strategi perang ”. Khalid pun tidak merasa rendah diri atau kalah ketika jabatannya dicopot oleh Umar, bahkan mendoakan dan memberikan dukungan kepada Abu Ubaidah. Ketiga : baik Khalid maupun Ubaidah dalam pergantian ini tidak memperlihatkan sedikitpun rasa permusuhan ataupun persaingan, mereka tetap mengedepankan hubungan persaudaraan. Keempat : bahwa orientasi tugas yang mereka laksanakan bukan untuk sesuatu, melainkan karena Allah.

Kemudian, bisakah kita orang-orang BPN-RI memaknai bahwa pergantian jabatan, alih tugas, mutasi dan promosi seperti makna dari peristiwa masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khatab tadi…?, wallahualam...., tetapi karena pada prinsipnya, jabatan adalah AMANAH, bukan WARISAN, seharusnya dan selayaknyalah kita memaknainya seperti itu. Indah dan nikmat rasanya jika rasa tanggung jawab kepada rakyat, Negara dan Allah kita kedepankan dalam mengemban tugas-tugas bidang pertanahan yang diberikan dan dibebankan dipundak kita sebagai suatu amanah.

(bahan diperoleh dari : situs resmi BPN-RI (bpn.go.id) dan Buletin Jum’at.YLKM Indonesia)

Monday, March 26, 2007

AKU BUKAN SEPERTI YANG DULU...!

Dulu, yach belum lama sich, kira-kira 2 atau 3 tahun yang lalu, aku adalah orang biasa-biasa aja….
Dulu, aku dibilang pengangguran juga nggak, dibilang kerja juga nggak….
Dulu, pakaianku sedikit kumal dan nggak trendy….
Dulu, aku nggak punya dan nggak pernah juga pake jas atau dasi…
Dulu, aku kalau bertemu dengan orang-orang pemerintahan tidak pernah dianggukan kepala….
Dulu, aku jarang sekali bepergian naik pesawat udara…
Dulu, aku tidak pernah kenal dengan kata rapat, seminar, sidak, hearing, dengar pendapat dan semua kata-kata berat yang membuat orang tidak mengerti….
Dulu, aku tidak punya gelar sarjana S1, apalagi S2…
Dulu, aku tidak punya motor roda dua, apalagi mobil mewah…
Dulu, aku tidak punya kantor, atasan dan anak buah….
Dulu, aku hanya punya satu istri….

Setelah zaman ini berubah menjadi zaman reformasi, kehidupan dan segala label yang dulu ada padaku perlahan namun pasti, juga ikut berubah…

Sekarang, yach udah cukup lama juga sich, kira-kira 2 atau 3 tahun, aku adalah wakil dari sekelompok rakyat yang memilihku…
Sekarang, aku sudah punya pekerjaan tetap, walaupun mungkin hanya 5 tahun…
Sekarang, pakaianku jauh dari kumal dan senatiasa kuusahakan untuk tampil trendy…
Sekarang, aku nggak pede kalau tidak memakai jas, dasi dan kemeja lengan panjang…
Sekarang, orang-orang pemerintahan yang berpapasan dengan ku pasti akan menundukan kepalanya dan melempar seulas senyum manis…padaku
Sekarang, hampir setiap minggu aku menjadi penumpang pesawat udara, yang kadang-kadang aku sendiri tidak tahu untuk apa aku harus pergi…
Sekarang, bahasa yang kugunakan adalah bahasa yang susah dimengerti orang, ini sengaja kulakukan agar orang menganggapku seorang intelektual…
Sekarang, biar anda tau saja, sedang mempersiapkan disertasi doktoral, karena S1 dan S2 ku sudah kubeli dengan segepok doku, jadi jangan lupa, tolong cantumkan gelar-gelar itu kalau menuliskan namaku, mengundangku atau memuat berita tentangku…
Sekarang, aku memang tidak punya motor roda dua, tetapi aku hanya membeli “moge” (motor-gede) bermerk, lengkap dengan jaket kulit dan helm import… Mobil mewah sich kayaknya juga ada dech…, mau tau merknya…?, liat aja digarasi, terus kamu hitung berapa…?
Sekarang, kantorku ada, namanya gedung dewan, atasan ada, namanya ketua dewan, anak buah ada, namanya sekwan (sekretariat dewan), selain itu untuk menjaga keamananku, aku juga punya body-guard yang namanya satpol pp…
Sekarang istriku tetap satu, sekali lagi kuulangi “ TETAP SATU ”, tetapi kalau yang bukan istri, kayaknya cukup banyak juga sich…, biasalah, kan lagi trend…

Terus pak, mbak, boss…apalagi dong….

Yang jelas dan tolong dicatat ya….“ AKU BUKAN SEPERTI YANG DULU LAGI ” walau orang-orang yang kuwakili, yang menjadi konstituenku masih tetap seperti yang dulu….


Saturday, March 24, 2007

Analogi dari sebuah Keikhlasan...!!!

Kapan saat yang tepat untuk merenung…?
Pagi hari, atau kapan saja, khususnya pada saat kita buang air

Dimana…?
Ya dimana lagi kalau bukan di Water Closet (WC)/ atau Toilet atau /Lavatory

Lho koq disana, khan jijay….?(maksudnya jijik gitu lho...),
kita bisa bilang jijay saat ini, tapi pada saat kebelet, tdk ada tempat yang nikmat, kecuali disana. Itulah kelemahan manusia, pada saat dia tidak kita butuhkan, kita bilang dia bauk, jelek, kotor, jijay, tapi sekali kita butuh banget, setengah jam atau lebih kita bersedia nongkrongin dia dengan wajah sumringah, karena tanpa dia hidup tersiksa, siapa sich yang nggak tersiksa kalau lagi kebelet…?, apalagi kalau sedang terserang diare, tempat ini amat sangat kita butuhkan, jadi jangan bilang jijay lagi ya…!!!

Water Closet, istilah kerennya, Toilet istilah umumnya, Lavatory istilah ninggratnya, Kakus atau Jamban istilah kaum proletarnya atau masyarakat marginal, adalah tempat yang bukan saja tempat kita melepaskan hajat, tetapi tempat ini khususnya bagi saya pribadi, sering saya gunakan untuk merenung, menghayal, mencari inspirasi dan memaknai sebuah keikhlasan.

Merenung dan menghayal nggak usah saya jelaskan disini, karena kalau saya ceritakan, disamping tidak menarik, ceritanya berbau-bau pornoaksi, namanya aja renungan dan lamunan lelaki, biasanya nggak jauh-jauh dari perut…, yach disekitar situlah….

Mendapat inspirasi ditempat ini, jujur saya katakan, sering banget…, hampir semua tulisan-tulisan saya yang saya kirim ke Koran, dipostkan di Blogger, di bulletinkan di friendster berasal dari inspirasi yang saya dapat ditempat ini. Ditempat ini inspirasi begitu beragam yang datang, mulai dari persoalan kantor yang tidak terselesaikan, malah disini solusinya didapat, masyarakat marah karena pelayanan yang kami berikan belum memuaskan, disini juga terkadang saya temukan cara-cara untuk memuaskan pelanggan, masalah cari duit yang akhir-akhir ini dirasakan semakin tidak lancar, disini juga saya temukan peluang-peluang baru mencari uang…, pokoknya banyak dech yang bisa saya dapat dari tempat ini….

Dari semua yang saya jelaskan di atas, ada satu hal yang membuat saya amat sangat bersyukur, terutama kepada Allah, karena aktifitas yang saya lakukan, minimal 2 kali sehari ditempat ini, memberikan saya makna tentang keikhlasan yang hakiki, kenapa…?, mari kita renungkan bersama :

Hari ini, jam 10 siang tadi saya diundang untuk menghadiri acara pelantikan seorang sahabat menjadi pejabat baru disuatu instansi pemerintah, selesai acara oleh protokol kami dipersilahkan untuk makan siang ditempat yang telah ditentukan, bisa dibayangkan menu yang disajikan udah pasti uenak dan lezat, buanyak lagi jenisnya, wong namanya pelantikan pejabat, gimana nggak enak…
Pertama nasi putih wangi saya onggokkan dipiring, kedua ayam panggang balado, ketiga dendeng batokok, kemudian ikan tenggiri asam pedas, ditambah lagi sayur-sayuran segar, sambel terasi, pudding ager-ager dan buah-buahan, semuanya alhamdulillah masuk kedalam perut saya tanpa hambatan yang berarti. Sore harinya, saya juga diundang kawan nongkrong di sebuah cafe diwilayah Batam Center menikmati secangkir capucinno dan sepotong roti cheess.
Hari ini mulai dari siang perut saya terisi dengan semua yang nikmat-nikmat dan berkelas untuk ukuran saya…., tetapi apa lacur….!!!
Sesampai dirumah, belon sempat menunaikan sholat magrib, apa yang ada diperut mulai beraksi minta agar segera dikeluarkan, kalau tidak segera dikeluarkan kayaknya mereka akan membuat keributan, wah…, gawat nich saya pikir, baru aja ngrasain yang enak-enak koq udah mau dikeluarin, mbok yo bertahan sampe pagi gitu lho…. Tawaran imaginative yang saya sampaikan tidak diterima, seketika itu juga saya penuhi keinginan itu, saya keluarkan semua yang enak-enak tadi dengan perasaan puas, legowo dan ikhlas, se ikhlas-ikhlasnya. Tidak lama, kira-kira 7 menitan, proses itu berlangsung, manfaat yang saya rasakan adalah Segar tanpa beban, sehat jiwa dan raga, coba kalau nggak dikeluarkan, wach.., bikin repot dan mungkin saja penyakit yang akan menyerang kita.

Selesai magrib saya, bertafakur mengingat-ingat yang enak-enak yang saya nikmati hari ini, dan pada hari ini juga yang enak-enak tadi saya keluarkan dan buang tanpa sedikitpun rasa dongkol, marah atau kecewa…., kemudian dalam hati saya berkata “ Seperti inilah harusnya kita memaknai keikhlasan, pada saat sesuatu yang begitu kita sayangi, sesuatu yang begitu kita kagumi, sesuatu yang sangat berharga harus kita berikan kepada orang lain ”, karena jika itu tidak kita berikan atau keluarkan akan membawa mudharat bagi tubuh dan jiwa kita.

Thursday, March 22, 2007

Mengemis, sebuah wujud dari Budaya Malas

Hampir disemua per-empatan jalan, tepatnya di sekitar wilayah bangjo (traffic- light) setiap hari dan bahkan sampai dini hari kita melihat pemandangan yang menyedihkan tentang sebuah masa depan generasi kita, yaitu pengemis jalanan anak-anak. Keberadaan mereka bukan hanya di ibukota, hampir disemua wilayah perkotaan di Indonesia hal itu dapat dipastikan ada.

Yang menjadi pertanyaan, “ mengapa mereka disana…?” dan “ adakah yang peduli dengan meraka….? ”, beragam jawaban beserta janji pernah kita dengar, namun jawaban itu hanya berwujud retorika belaka, yg belum dan entah sampai kapan akan berwujud nyata.

Mengapa mereka disana….?, pertanyaan ini selalu menghantuiku dan memintaku untuk menjawabnya…, naluri tugasku sebagai pemberi pemberdayaan kepada masyarakat berusaha untuk mengusik, menilik dan membidik mereka dengan caraku dan analisaku sendiri tanpa referensi pada makalah, karya tulis dan bahkan mungkin textbook tentang peoples empowerment yang menumpuk dan tersusun rapi dimejaku karena aku malas membacanya.

Jawaban yang bisa kuberikan adalah “ karena mereka malas dan dimalaskan oleh situasi dan budaya…!!! ”. Malas cenderung membuat kita kehilangan harga diri, malu, menurunnya etos kerja dan yang lebih tragis lagi, kita kehilangan nilai-nilai luhur yang difitrahkan tuhan kepada kita.

Kemiskinan bukan penyebab utama munculnya pengemis jalanan ini, tidak sedikit orang miskin yang mau bertukus lumus mengais rejeki dari tumpukan sampah, berjalan berkilo-kilo meter menjajakan jasa untuk membersihkan apa saja yg patut dibersihkan, memperbaiki apa saja yg patut diperbaiki, dan semua pekerjaan terpuji lainnya demi menghidupi keluarganya, demi SPP anak-anaknya, dan demi kelangsungan tetap bertenggernya periuk nasi diatas tungku-tungku perapian sebagai harapan bagi keluarganya. Apakah mereka mencari jalan pintas dengan cara mengemis…?, ternyata tidak, pantang bagi mereka melakukan itu, karena di dalam jiwanya masih ada semangat untuk bekerja dan rasa malu, walau seberat apapun pekerjaan itu.

Pekerjaan memang tidak bisa ditunggu datangnya, tetapi ia harus dicari dan diciptakan, mencari dan mencipta hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang rajin dan kreatif, bagi sipemalas, mencari dan mencipta tidak ada dalam kamus hidupnya.
Kemudian budaya kasihan, iba, nggak tegaan, takut adalah budaya yang ada dalam diri kita yang membuat kemalasan itu tumbuh subur di bumi ini. Tanpa kita sadari budaya ini ikut menciptakan lapangan kerja yang namanya NGEMIS…!!!, coba kita tinggalkan budaya ini sebulan atau 2 (dua) minggu saja, yakin dan percaya semua pengemis akan hilang dan berkurang di negeri ini, “ lho koq segitu yakinnya sich…?”, jangan protes dulu, coba sama-sama kita pikirkan, kalau semua orang tidak lagi kasian dan iba dengan cara tidak memberi uang atau sesuatu kepada pengemis, kira-kira masih mau nggak selama sebulan atau 2 (dua) minggu mereka nongkrong disana untuk sekedar menadahkan tangan, tanpa seorangpun yang mau memberi…?, karena mereka manusia yang diberikan oleh Tuhan akal dan pikiran, maka dalam kondisi yang begini mereka pasti akan menggunakannya, kemudian akan berkata “ngapain gue disini, gak ada yg ngasih duit lagi koq…” umpan baliknya adalah timbulnya inisiatif untuk mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhannya, soal pekerjaan lain itu berdampak munculnya persoalan sosial lainnya, itu nanti kita bahas kembali, yang penting saat ini kita focus dulu kepersoalan pengemis, setuju…?. Teori mengatakan kalau Suplay sudah terputus Demand pun akan mati. Sepanjang suplay and demand ini masih berlangsung dapat dipastikan PENGEMIS itu akan tetap ada dan mungkin bertambah.

Tidak manusiawi rasanya kalau aku menganjurkan orang-orang untuk tidak bersikap kasian, iba, eman, terlebih kepada pengemis, tapi demi terciptanya generasi bangsa yang rajin dan kreatif nggak ada salahnya cara ini kita coba terapkan. Sikap kasian, iba, peduli dan semua sikap-sikap baik itu salurkan saja ke tempat-tempat yang tepat dan pilih pengelolanya diyakini amanah. Sikap tidak memberikan sesuatu kepada pengemis ini, harus kita budayakan, bukan hanya kepada pengemis butut, bauk, jelek, dekil saja, tetapi juga kepada pengemis berdasi, bersafari dan berseragam yang juga ada dan banyak jumlahnya di negeri ini.

Kemudian dari pertanyaan kedua “ adakah yang peduli dengan meraka….? ”, jawabnya ada dan banyak. UUD 1945 baik yang lama maupun yang sudah diamandement mengamanatkan agar pemerintah peduli kepada rakyat miskin dan orang-orang terlantar, sekarang mungkin aja belum kelihatan kiprahnya, tapi yakinlah suatu saat hal itu akan terwujud. Sekali lagi aku perlu tekankan, bahwa semua upaya, niat baik, program pemberdayaan masyarakat tidak akan bermakna kalau rakyat lemah dan malas.

Pesawat Jatuh

Membaca buku “ merenung sampai mati”, karangan Prie GS, kadang-kadang membuat saya ketawa, sedih, merinding dan terkadang haru. Dalam salah satu tulisannya dalam buku itu yg berjudul “ Pesawat Jatuh “ menarik untuk saya ulas dan ceritakan kembali disini.

Pesawat Jatuh, bagi Prie GS, adalah sesuatu yg lumrah dan wajar-wajar saja, karena setiap yg bermain diketinggian harus siap jatuh, jadi jatuhnya pesawat adalah kodrat, layaknya kodrat manusia hidup adalah kematian. Memaksakan pesawat utk terus menerus terbang dengan selamat sama halnya dengan memaksa manusia terus menerus hidup.

Di dalam paragraph lain dari tulisan ini, dia mengajak kita semua untuk merubah gaya dan cara pandang kita pada saat akan menaiki pesawat, yaitu dengan menganggap dan membayangkan bahwa pesawat adalah peti mati massal, sehingga didalam lambung pesawat, STOP.....!!! semua pembicaraan dunia, karena kematian hanya berjarak sekian millimeter disamping kita.

Sekilas pendapat-pendapat dari tulisan ini sepertinya membenarkan alasan dari pejabat terkait tentang penyebab terjadinya beberapa musibah dan kecelakaan yang melanda negeri ini yang mengatakan bahwa “ ini musibah ”. Diluar konteks pembenaran dan pembelaan terhadap pihak-pihak terkait, pendapat ini nggak ada salahnya kalau kita renungi dan hayati secara naluriah.

Kecelakaan, musibah dan bencana yg silih berganti menimpa negeri ini, sebenarnya adalah cara Tuhan untuk meminta kita berpaling sejenak dari hal-hal yang selama ini menurut kita adalah kewajaran dan kelumrahan ternyata TIDAK bagi Tuhan, bukankah selama ini kita selalu menganggap bahwa :
Keselamatan yang kita alami adalah akibat dari kecanggihan teknologi transportasi semata….?
Kesehatan yang kita rasakan adalah akibat dari kecanggihan dibidang farmasi dan kedokteran semata…..?
Kepintaran dan kepandaian adalah akibat dari majunya system pendidikan dan terpenuhinya Gizi….?
Berangkat ketanah suci Mekkah menjalankan ibadah haji karena saya punya uang….?
Saya seperti dan kaya begini, karena selama ini saya giat bekerja, hemat dan sebagainya dan sebagainya alasan dikemukakan dan dijadikan penyebab mengapa hal itu terjadi….
Jarang dan langka sekali kita dengar saat ini, jika itu hal yg menyenangkan dan menggembirakan, orang membawa nama SANG PENCIPTA sebagai penyebabnya, tetapi pada saat musibah datang, kesusahan dan kesulitan membebani, penyakit menggrogoti, nama SANG PENCIPTA selalu terdengar, “ ini adalah kehendak Tuhan ”

Sudah saatnya kita semua, bukan hanya bertobat, tetapi kembali menatap bukan hanya dengan mata lahir, karena mata lahir ini sudah sering tersilaukan oleh cahaya dunia, tetapi harus kita gunakan juga mata hati yang insya Allah belum terkontaminasi oleh racun dunia.
Berdirinya Borobudur, Taj Mahal, Menara Eiffel, Pisa, Monas atau Tembok Besar Cina, dan kemajuan teknologi diberbagai bidang, bukanlah keajaiban dunia semata, tetapi adalah berkat keajaiban Tuhan yg memberikan secuil ilmunya kepada manusia, jadi sudah sepatutnya kita bersyukur kepadaNya.

Saturday, March 17, 2007

Tanah

Kayaknya nggak semua orang mungkin kerjanya mikirin tanah, tapi bagi kami yang kerja di instansi yang dipercaya Negara untuk ngurusin tanah,... hampir setiap hari yang kami kerjakan adalah segala sesuatu tentang tanah, mulai dari tanah siapa ini…?, dipake untuk apa tanah ini...?, statusnya masih bebas atau udah nggak bebas lagi...?, atau mungkin juga dalam sengketa apa nggak...?, diterlantarkan apa nggak...?, (maksudnya ditinggal gitu doang, biasanya yg begini yg punya orang kaya, kalau yg punya biasa2 aja duitnya,... biasa tu tanah pasti di eman-eman..., dirawat dan diusahakan), tanah ini lagi digadaiin apa nggak...?, pokoknya itu dech urusan kita saban hari, saking seringnya kita berurusan dengan tanah, muke-muke kita and bauk kita udah persis ama tanah...

Persoalan tanah di negeri ini kayaknya nggak pernah selesai-selesai, dan bahkan tambah hari persoalan tanah makin nambah juga jumlahnya dan makin runyam kualitas permasalahannya, tau nggak kenapa...?, karena berdasarkan theory, tanah dari segi jumlah/luas/bentangannya semakin hari semakin mengecil, berkurang dan habis, sementara yang pengen dan butuh tanah, mulai dari yang hidup sampe yang mati, mulai dari bayi sampe kakek-kakek dan nenek-nenek, mulai dari orang miskin sampe orang kaya, mulai dari pedagang kecil sampe yang konglomerat, mulai dari petani gurem sampe yang pengusaha perkebunan semua butuh tanah, jadi sesuai dengan theory ekonomi, .... yach wajar-wajar aja kalau tanah itu semakin lama semakin mahal harganya, semakin sulit didapat dan digandrungi banyak pihak, saking digandrunginya tanah, sampe-sampe orang rela melakukan apa saja demi tanah, menghalalkan segala cara, bersikap zholim dan banyak lagi upaya-upaya orang untuk menguasai tanah yang akibatnya menimbulkan banyak konflik kepentingan...

Ibarat wanita cantik, tanah saat ini sangat dikagumi, dikejar-kejar…, e malah ada yang udah dimiliki orang diaku-aku, disuruh cerai, dsbnya-dsbnya…nggak jauh seperti celebrities kita….. Sebagai orang yang tiap hari bergelut dengan tanah, kami punya kiat buat, bpk, ibu, mas, mbak, adek, jeng, teteh sekalian…, " punya tanah nggak…?", " nggak…", ya udah gak papa, ntar juga punya, walau itu namanya kapling 1 X 2 M2, buat yang udah punya tanah, beberapa hal yg mesti dilakukan terhadap tanah adalah :

1. Selain surat-surat tanah, suatu bidang tanah harus dikuasai fisiknya, percuma khan kalau pegang surat doang, sementara tanahnya dikuasai orang, kalau udah begini repot khan..?, nggak gampang lho ngusir orang…, bukti-bukti penguasaan fisik itu bisa berupa digarapnya tanah tersebut utk usaha-usaha pertanian, didirikan bangunan dsb-dsbnya, gampangnya kalau orang liat tanah tersebut tidak seperti hutan belukar…, atau tidak seperti tempat jin buang anak… yach digaraplah…, walau hanya ditanamin sayur atau singkong.

2. Pasang patok, atau tanda batas, atau pagar pada setiap sudut bidang tanah dan ingat, pada saat patok dipasang usahakan tetangga-tetangga sebelah menyebelah tanah tersebut tau dan diberitahu, dan kalau bisa mereka hadir dan menyetujui tempat dimana patok, tanda batas atau pagar itu dipasang, jangan diem-diem, karena apa…?, karena kalau ada yang nggak terima atau complain atas pemasangan tanda batas tersebut, kita tau.., kalau masalah dari awal-awal udah tau khan enak… dan gampang diselesaikan. Seandainya ada permasalahan atau sengketa tentang batas ini, usahakan diselesaikan dengan cara-cara kekeluargaan, berembuk dulu dengan melibatkan pihak-pihak terkait, misalnya RT/RW, pak Lurah dan Camat yang berkuasa di wilayah itu…, jangan langsung lapor polisi atau ada juga yg langsung minta bantuan preman…wach kalau udah begini repot dan panjang ceritanya, kalau ceritanya panjang…, kita pasti nggak bisa tidur…

3. Kalau, bpk, ibu, mas, mbak, adek, jeng, teteh sekalian…, punya banyak duit.., tajir gitu…, kalau bisa jangan beli tanah banyak-banyak dong, nggak baek kalau tanah dijadikan barang investasi apalagi luasnya nggak terhingga, nyang laen aja, saham kek, deposito kek, obligasi kek…., pokonya jangan tanah…, lho emang kenapa om..?, ya pokoknya jangan dech , karena tanah itu ada fungsi sosialnya…., khan nggak adil, nggak etis dan nggak manusiawi kalau kita punya tanah luas-luas ternyata saudara-saudara kita masih ada yang semeter persegi aja belon punya, petani kita yang katanya petani tapi nggak punya tanah… banyak lho.., itu yang dinamakan buruh tani.., kasian khan.., terus kebanyakan tanah juga repot ngurusnya, belon kalau timbul sengketa…, makin repot

4. kemudian yang terakhir, kalau punya tanah, usahakan pajaknya dibayar, terus biar lebih menjamin lagi tentang kepastiannya, tanahnya harus di sertipikatin, kalau udah punya sertipikat, selain sertipikat itu bisa dijadikan jaminan hutan ke bank untuk pinjam duit sebagai modal usaha, tanah yang bersertipikatpun gampang untuk dijual, tapi yang paling penting diketahui, bahwa sertipikat hak atas tanah itu menjamin kepastian hukum pemegang hak atas tanahnya (siapa yg punya), kepastian luasnya… dan kepastian jenis hak atas tanahnya, misalnya Hak Milik (HM), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP) dll.

Segitu dulu ya bpk, ibu, mas, mbak, adek, jeng, teteh sekalian, mudah2an maklum, kami mafhum sekali yang baca pasti orang pinter-pinter, tapi tidak semua orang pinter ngerti tentang tanah, kalau yang udah ngerti makasih, yang belon ngerti moga aja bermanfaat. Kami perlu menyampaikan ini, karena ini adalah tugas kami dan amanah, serta amanat UUD 1945 dan Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) yang menyatakan bahwa “ tanah harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat “

Tuesday, March 13, 2007

Sebuah Apresiasi utk Orang-Orang Tercinta...

Disekelilingku, banyak sekali orang-orang yang aku cintai…, mereka mengilhami dan memberikan aku inspirasi tentang berbagai hal, tentang bagaimana " berjalan “ dimuka bumi ini…".

Almarhum ayah dan emakku (H. Zaini Dahlan dan Syamsidar), ini adalah orang yang pertama sekali mewariskan kepadaku sifat-sifat santun, tegar, saling menyayangi, berkepribadian dan segala sifat-sifat dan prilaku baik, walau kadang warisannya ini sering tidak kugunakan sebagaimana mestinya…., sehingga dalam melangkah dan berjalan aku sering terjerembab, jatuh dan bertabrakan…, syukur berkat warisannya itu aku tidak sampai terluka parah…

Satu warisannya yang tidak pernah habis walau sampai tujuh turunan, yaitu pesannya kepadaku “ kami tidak ingin menciptakan kamu menjadi ini, maupun itu anakku…, seandainya kamu menjadi selember daun keringpun, kamu tetap anakku…, tetapi jadilah selembar daun kering yang bisa memberikan manfaat sekalipun hanya kepada seekor ulat….”. Dahsyat…, sungguh berat aku menerima warisan ini…

Kakak-kakakku…, yang menggantikan peran ayah dan emakku setelah beliau meninggal…

Pamanku…, yang memberikan suntikan semangat pada saat aku membutuhkan semangat

Guru-guruku disemua strata pendidikan yang aku jalani,termasuk guru ngajiku yang memberiku lentera dan suluh, sehingga aku bisa berjalan dalam kegelapan dunia, dengan lentera dan suluh yang diberikannya dengan ikhlas ini, aku bisa melihat onak dan duri, melihat intan dan berlian, melihat kemiskinan dan kemewahan, melihat semua…, hitam..., putih…, dan berwarna...!!!.

Pimpinanku, Bp. Ir. Soepardji M. Uno yang pertama sekali membuka mataku dan mungkin juga mata “ Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah “ BPN Propinsi Riau tentang pentingnya teknologi informasi (IT) dilingkungan bidang ini, sehingga yang dulu belum kenal komputer, menjadi kenal komputer, yang dulunya nggak mau, menjadi mau, tanpa bermaksud melakukan cultus individu terhadap beliau, secara pribadi, beliaulah orang pertama yang membangunkan adrenalin dalam tubuhku untuk ikut peduli dengan memerintahkan kepadaku untuk mengajar komputer dilingkungan Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah Provinsi Riau, kemudian yang mengusulkanku, mengangkatku, memberi amanah kepadaku menjadi Pejabat eselon V setelah 6 tahun aku malang melintang dengan gelar sarjanaku sebagai Tukang Ukur Tanah…, tanpa seorang Supardji M. Uno aku hanya dilihat sebagai seorang pemberontak, tukang protes, tengil, degil dan semua yang nggak enak-enak dech…, yach.., memang begitulah aku dan ini ku akui….

Kepala Kantorku, Bp. Drs. Jusfin Ketaren, yang mengajariku bertanggung jawab terhadap pelayanan kepada masyarakat, yang mengajariku tidak berorientasi pada uang pada saat melaksanakan tugas-tugas pertanahan, yang mengajari bagaimana membuat BPN menjadi bermakna bagi orang lain, dan berwibawa serta bermarwah dimata Pemerintah Daerah, dan Otorita Batam.

Kepala Kantorku, Bp. Helfi Noezir, SH., yang memberiku banyak tanggung jawab, terutama sekali dalam menyelesaikan berbagai hal di Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Riau, yang mengajariku dan mengasah naluriku untuk cepat dan tanggap dengan segala permasalahan pertanahan, walau sekecil apapun permasalahan itu… yang penting… TL, sgr (tindak lanjuti segera…) begitu bunyi disposisi yang selalu beliau sampaikan kepadaku, melalui beliau aku matang dan terbiasa menghadapi masalah, satu pesan beliau yang tidak pernah aku lupakan…” pada saat orang menyampaikan masalahnya kepadamu, usahakan agar orang tersebut puas pada saat meninggalkan ruanganmu, walau jawaban yang kamu berikan bisa, atau tidak "

Terakhir dan hampir setiap hari aku sampaikan apresiasiku, tetapi tidak puas aku jika ini tidak termasuk dalam tulisanku, yaitu ISTRI dan ketiga DARA MANISKU…, mereka-mereka ini adalah inspirasiku, tanpa mereka aku tidak akan seperti ini, yang slalu menghiburku pada saat aku sedih, yang slalu memberiku makna pada saat aku merasa tak bermakna, dan yang terpenting mereka semua sampai saat ini selalu membuatku BANGGA.

Monday, March 12, 2007

Mimpi, ...Andai Aku jadi Kepala Kantor Pertanahan

Keberanian untuk menulis ini adalah hasil dari survei yang aku lakukan pada beberapa peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di negeri ini, kemudian berdasarkan norma-norma agama yang aku anutpun ternyata BERMIMPI itu tidak dilarang, kesimpulannnya mau jadi apa saja dan mau apapun…asal masih dalam konteks MIMPI... ya monggo-monggo aja mas…, nggak dilarang koq…!!!

Andai aku jadi Kepala Kantor Pertanahan, pertama-tama yang akan aku tanamkan kepada diriku dan seluruh staf yang aku pimpin adalah bahwa kantor ini adalah KANTOR KITA, bukan KANTOR AKU, KANTOR KAMU atau KANTOR DIA, sekali lagi kita sepakat bahwa kantor ini adalah : KANTOR KITA..., kalau ada yang merasa kantor ini punya dia dan punya aku, dari awal-awal kita persilahkan untuk tidak bergabung.

Andai aku jadi Kepala Kantor Pertanahan, pertama-tama yang akan aku tanamkan kepada diriku dan seluruh staf yang aku pimpin adalah bahwa kantor ini adalah KANTOR PERTANAHAN, yang mengurus segala sesuatu tentang TANAH, bukan KANTOR URUSAN SERTIPIKAT TANAH, kalau ada yang kerjanya hanya bisa ngurusin sertipikat doang..., sekali lagi kita persilahkan untuk tidak bergabung.

Andai (karena masih mimpi, kata andai tetap dipake disini) diantara kita telah sepakat bahwa kantor ini KANTOR KITA dan kantor ini KANTOR PERTANAHAN, aku sebagai pimpinan akan menetapkan 2 (dua) PROGRAM UTAMA, pertama : Pelayanan Kedalam, dan kedua : Pelayanan Keluar, cukup 2 program aja..., kebanyakan program takut nggak bisa direalisasikan, walaupun cuma dalam mimpi, program kerja yang akan aku buat nggak perlu muluk-muluk, kerjakan aja yang kira-kira bisa aku dan stafku laksanakan, kalau kebanyakan janji takut nggak bisa dipenuhi, kalau udah begini ntar dituduh melakukan kebohongan publik, repot khan....

Pelayanan Kedalam yang akan aku lakukan adalah memberikan perhatian kepada segala sesuatu yang ada dikantor, terutama yang wujudnya orang, yang mungkin selama ini belum merasa diorangkan atau tidak merasa jadi orang, akibat yang timbul dari kondisi yang bersangkutan belum merasa diorangkan atau jadi orang, seringkali orang-orang ini dalam bersikap dan bertindak, terutama sekali dalam melaksanakan pelayanan tidak seperti “orang” padahal yang akan kita layani adalah orang, makanya program mengorangkan orang ini merupakan program yang harus dan wajib sifatnya, kalau program ini gagal dapat dipastikan tugas-tugas yang lain akan sangat berat dan mungkin saja tidak bisa dilaksanakan. Kalau program ini gagal dan tidak aku laksanakan, tolong... segera bangunkan saya sehingga saya terbangun dan mimpi ini tidak berlanjut…!!!

Program menjadikan orang menjadi “orang” dalam tanda kutip, sebenarnya nggak susah-susah amat koq kalau kita juga “orang“, pertama saling memperhatikan, kedua saling mengingatkan, dan ketiga saling berbagi (bukan hanya yang nggak enak, yang uenaaak juga harus dibagi), kalau ketiga syarat ini sudah dijalankan Insya Allah semuanya akan beres, karena menurut Socrates : “ disetiap hati kecil manusia (orang) terdapat rasa dan keadilan yang hakiki, hidupkan detak-detak kesucian itu, sebab setiap manusia (orang) itu adalah sebagian dari Nur Tuhan, adil dan penuh kasih. Meskipun detak-detak kesucian itu sering terselubung dan ditutupi oleh kabut kebendaan, ketamakan, kejahatan dan berbagai kedholiman, namun nur itu tetap ada dan tidak dapat dihilangkan, karena Nur itu abadi “. Kemudian pendapat “ bahwa kalau orang-orang disekitar kita kuat dan berdaya, maka kita akan menjadi lemah dan tidak berdaya, begitu juga sebaliknya “ mulai saat ini harus dihapus dalam brain storage kita, karena ini masalahnya bukan kuat-kuatan dan lemah-lemahan, tapi bagaimana BERSAMA KITA BISA…

Pelayanan Keluar, yang selama ini rutin kita lakukan akan tetap saya jalankan, tapi karena saya sedang bermimpi boleh dong kalau saya di dalam melaksanakan pelayanan keluar ini, mencoba keluar sedikit dari rutinitas yang selama ini kita laksanakan, menurut DR. Soedjarwo “ akibat dari kegiatan rutinitas membuat pola pikir pegawai BPN bersikap “inward looking”, laksana undur-undur yang bergerak dan berputar hanya kedalam, diharapkan dengan melihat keluar BPN akan bersikap “outward looking” yang bersifat lebih luas dan aspiratif ", sehingga tuntutan agar BPN itu “ membumi “ dapat segera dirasakan oleh masyarakat dan stakeholder sebagai subjek dan objek tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam rangka pelayanan keluar beberapa hal yang akan aku laksanakan adalah :

1. melaksanakan pelayanan prima dengan menerapkan budaya Senyum dan Ramah, kepada semua pelanggan dan pengguna jasa. Budaya ini sangat jarang dan agak langka kita temui saat ini, terutama di kantor-kantor pelayanan yang pegawainya berlabel PNS, dengan budaya Senyum dan Ramah diharapkan kesan pertama yang dirasakan pelanggan begitu menggoda..., maka selanjutnya dia akan berkata INI BARU BPN…
2. melaksanakan pelayanan prima dengan menerapkan budaya Tegur dan Sapa, budaya inipun sudah mulai hilang dibeberapa kantor pelayanan negeri ini, sehingga banyak pelanggan yang bengong dan bingung pada saat mendatangi kantor pelayanan, tetapi tidak satupun pegawai yang bekerja disana dan bertanya atau menyapanya, walau hanya dengan satu kalimat “ ada yang bisa kami bantu…? “, budaya Tegur dan Sapa ini wajib bagi semua pegawaiku.

3. melaksanakan pelayanan prima dengan menerapkan budaya Transparan dan Tepat Waktu. Jelas dan dimengerti informasi yang diberikan, terutama sekali informasi tentang persyaratan administrasi yang dibutuhkan, jangan menambah-nambah persyaratan yang tidak perlu, kemudian besarnya biaya pelayanan harus diketahui oleh pengguna jasa sedetail mungkin sehingga tidak timbul prasangka negatif, setiap biaya yang dibayar olah pelanggan harus dibuktikan dengan tanda terima, tidak etis dan manusiawi kalau kita menolak memberikan tanda terima atas apa yang telah dibayarkan oleh pelanggan, dalam prakteknya sering kita temui jawaban “ masa bpk/ibu nggak percaya sich...! “ saat tanda terima diminta oleh sipenyetor… meminta tanda terima dan memberikan tanda terima, uang maupun berkas yang kita terima bukan persoalan percaya atau tidak percaya, tapi ini adalah persoalan akuntabilitas yang harus kita berikan kepada publik. Kemudian dari semua itu, pelayanan baru dinyatakan prima banget..., jika jangka waktu pelayanan itu terukur dan tepat waktu, sudah bukan zamannya lagi kita untuk santai dalam melaksanakan tugas pelayanan ini, apalagi kalau diembel-embeli dengan sikap sok kuasa, mempersulit, tanpa aku pekerjaan ini tidak akan selesai, dsbnya-dsbnya..., kalau sifat-sifat ini masih ada sekali lagi aku katakan jangan bergabung dan KELAUT AJA DECH LOE…!, berikan kata pasti…..

4. Paradigma lama yang sampai saat ini masih terjadi, apabila masyarakat pemilik tanah datang dan bertanya tentang permohonan hak atas tanah, yang selalu menjadi pertanyaan pertama kita adalah “ bpk/ibu punya surat-surat apa..? “, menurut aku, sekali lagi menurut aku lho pertanyaan ini KELIRU..., akibat seringnya pertanyaan ini kita lontarkan kepada masyarakat, dibenak masyarakat selalu tertanam untuk mengada-adakan surat-surat tanah terlebih dahulu sebelum ke Kantor Pertanahan, sehingga ditengah masyarakat kita saat ini diciptakan, beredar dan diterbitkan berbagai surat-surat tanah yang namanyapun bermacam-macam, hal ini terjadi karena kita mengutamakan adanya surat-surat tanah terlebih dahulu, padahal kalau kita mengkaji lebih dalam UUPA, tidak seperti itu adanya. Pertanyaan yang harus kita sampaikan kemasyarakat harus kita ganti dengan pertanyaan “ dimana letak tanah bpk/ibu…?”, “ sudah berapa lama tanah tersebut sudah bpk/ibu dikuasai...? “, “ saat ini tanah tersebut diusahakan untuk apa…? “, baru setelah ini kita tanyakan, surat-surat bukti kepemilikannya.

5. Masih dalam kondisi MIMPI, aku perlu ingatkan pada semua stafku, bahwa saat ini kita bukan BPN yang dulu, tetapi BPN-BARU, untuk itu minimal 2 minggu sekali aku akan berkeliling ke wilayah-wilayah pedesaan yang menurut istilah trendnya wilayah hinterlad tempat dimana masyarakat marginal lebih banyak bermukim, disini aku akan bertanya kepada masyarakat pemilik tanah dengan pertanyaan “ mau bapak/ibu apakan tanah ini…? ”, selanjutnya saya akan tanyakan “ setelah sekian lama tanah ini bapak/ibu kuasai, memberikan manfaat nggak tanah ini kepada bapak/ibu..? ”, jawaban apapun yang aku terima dari masyarakat marginal ini akan aku sampaikan kepada semua penentu kebijakan dan pemilik modal yang ada diwilayah Kabupaten/Kota tempat dimana aku menjadi Kepala Kantor Pertanahan MIMPI dan mengajak semuanya menjadikan tanah masyarakat ini sebagai salah satu aset sosial ekonomi yang dimiliki masyarakat hinterland. dengan adanya kegiatan ini, kebiasaanku yang sering melayani Tamu, PPAT, Pengusaha dan Developer mungkin akan sedikit aku kurangi, dapat diprediksi nggak bakalan lama hasil survei Bpk. Joyo Winoto, Ph.D yang menyimpulkan bahwa BPN tidak ramah lingkungan dan lebih berpihak kepada pemilik modal akan saya TIP-EX alias hapus sampe nggak nampak lagi, karena di kantorku hal itu tidak terbukti…

Mimpi di siang bolong karena aku tidurnya memang disiang bolong jarang sekali terbukti kebenarannya dan menjadi kenyataan..., tapi alhamdulillah sebagai seorang pemimpi aku tidak seperi Si Bisu Bermimpi, yang merasakan nikmat dan indahnya mimpi tetapi tidak dapat menceritakan mimpinya kepada orang lain, kepada semua yang sedang tidak BERMIMPI saya sampaikan sebuah pesan moral bahwa untuk melaksanakan dan menjalankan semua itu ternyata TIDAK HARUS MIMPI…, semoga…

Sunday, March 11, 2007

Model Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Pertanahan di Kota Batam

A. PENDAHULUAN

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 atau yang disebut juga dengan Undang-Undang Pokok Agraria yang ditetapkan tanggal 24 September 1960 mengandung semangat mewujudkan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan sebagaimana diamanatkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah masih terdapat ketimpangan yang menjauh dari cita-cita kita bersama sehingga memerlukan usaha-usaha pengendalian dan revitalisasi.

BPN RI sebagai salah satu Lembaga Pemerintah yang diharapkan dapat mewujudkan mandat konstitusi justru kerap terombang-ambing oleh political will penguasa sehingga terlena dalam pola pikir rutinitas administratif dan mengabaikan pemberdayaan masyarakat sebagai tujuannya. Menyadari kondisi ini Kepala BPN RI Bapak Joyo Winoto, Ph.D dihadapan Seminar Nasional Reforma Agraria di Jakarta pada tanggal 24 Oktober 2005 mencanangkan 11 (sebelas) Agenda Prioritas Pembangunan BPN RI yang diinternalisasikan sebagai jiwa, semangat dan acuan dalam setiap kebijakan dan proses pengelolaan pertanahan dengan 4 (empat) prinsip dasar, yaitu :

1. Pastikan, pertanahan menjadi sumber-sumber kemakmuran rakyat ; Bahwa pertanahan harus berkonstribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan melahirkan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat.

2. Pastikan, pertanahan menyumbang secara jelas, nyata untuk mewujudkan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan ; Bahwa pertanahan harus berkonstribusi secara nyata untuk meningkatkan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dalam kaitannya dengan pemanfaatan, penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah.

3. Pastikan, pertanahan harus mempunyai perspektif keberlanjutan sistem kebangsaan, kemasyarakatan dan keindonesiaan ; Bahwa pertanahan harus berkonstribusi secara nyata dalam menjamin keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya kepada generasi yang akan datang terhadap sumber-sumber ekonomi masyarakat.

4. Pastikan, pertanahan harus menyumbangkan diri untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih harmonis dalam keberagaman, kebhinekaan, pruralisme persoalan pertanahan yang sangat mendasar ; Bahwa pertanahan harus berkonstribusi secara nyata dalam menciptakan tatanan kehidupan bersama secara harmoni dengan mengatasi berbagai sengketa dan konflik pertanahan di seluruh tanah air dan menata sistem pengelolaan yang tidak lagi melahirkan sengketa dan konflik dikemudian hari.

Kantor Pertanahan Kota Batam dalam mengemban tugas pokok dan fungsinya berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2006 dan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 4 tahun 2006, sesuai dengan kebijakan bidang pertanahan Kota Batam, melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai berikut :

(1) Menegakkan norma-norma pengelolaan keagrariaan/pertanahan agar dipatuhi dan dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan keagrariaan/pertanahan, yaitu Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB) sebagai pemegang HPL Pulau Batam, Pemerintah Kota Batam, masyarakat dan pelaku usaha ;

(2) Meningkatkan kesadaran pemegang HPL atau pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan tanah dan pemegang hak atas tanah untuk mempergunakan dan memanfaatkan tanahnya sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberiannya sebagai wujud peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan keagrariaan/pertanahan ;

(3) Mendorong peningkatan produktifitas dan pemeliharaan tanah oleh pemegang hak atas tanah serta upaya pemberdayaan masyarakat secara luas dalam pengelolaan keagrariaan/pertanahan ;

(4) Mencegah terjadinya penyimpangan dalam pemanfaatan tanah (tanah tidak produktif dan terlantar) ;

(5) Mencegah terjadinya spekulasi dan monopoli tanah serta bentuk lain sebagai pemerasan dalam penguasaan dan pemilikan tanah ;

(6) Mewujudkan tertib penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan, konsep penguatan hak-hak rakyat tempatan yang secara turun temurun dikuasai dan diusahakan dan konsep redistribusi atas tanah negara, tanah HPL, tanah hak, dan tanah terlantar di Kota Batam diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat tempatan secara individual komunalistik relijius.

B. PROFIL KOTA BATAM

1. Kondisi Umum Wilayah :

Batam merupakan salah satu pulau yang sangat strategus terletak di antara perairan Selat Malaka dan Selat Singapura. Kota Batam secara geografis terletak antara 0O 25' 29'' – 1O 15' 00'' Lintang Utara dan 103O 34' 35'' – 104O 26' 04'' Bujur Timur dengan batas-batas :
Sebelah Utara : berbatasan dengan Selat Singapura;
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Lingga;
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Bintan;
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Karimun;
Wilayah Administrasi Kota Batam Batam terdiri dari 329 buah pulau besar dan kecil, yang letak satu dengan lainnya dihubungkan dengan perairan. Kota Batam mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum berkisar antara 21,3OC - 23,6OC dan suhu maksimum berkisar antara 31,5OC - 34,2OC, sedangkan suhu rata-rata adalah 26,2OC - 28,4OC.
2. Demografi :
Sejak Pulau Batam dan beberapa pulau sekitarnya dikembangkan menjadi daerah industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata membuat kota Batam dijadikan sebagai kota bursa tenaga kerja. Akibatnya terjadi arus imigrasi ke Batam yang laju pertumbuhan dari hasil sensus penduduk pada periode 2000-2001 sebesar 12,55% dan periode 2001-2002 sebesar 2,60%.
Penduduk kota Batam berdasarkan hasil Sensus penduduk 2000 berjumlah 434.286 jiwa, sedangkan dari hasil registrasi penduduk tahun 2001 penduduk kota Batam telah mencapai 527.151 jiwa. Dari penduduk yang berjumlah 527.151 jiwa tersebut tersebar di 10 (sepuluh) kecamatan, 35 kelurahan dan 16 desa. Hanya penyebarannya tidak merata sehingga mengakibatkan kepadatan penduduk per Km2 di daerah ini bervariasi.
3. Kebijakan Bidang Pertanahan :
1. Sesuai keputusan Presiden No. 41 tahun 1973 tentang daerah industri pulau Batam, dinyatakan bahwa seluruh areal tanah yang terletak di pulau Batam diserahkan kepada Otorita Batam dengan Hak Pengelolaan (HPL) dan Ketua Otorita Batam diberikan wewenang untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanahnya untuk keperluan tugasnya serta menyerahkan bagian-bagian tanahnya tersebut kepada pihak ketiga.
2. Berdasarkan surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 43 tahun 1977 tentang pengelolaan dan penggunaan tanah di pulau Batam memutuskan : Memberikan Hak Pengelolaan (HPL) kepada Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB) atas seluruh areal tanah yang terletak di Pulau Batam termasuk areal tanah digugusan Pulau-pulau Janda berias, Tanjung Sau & Ngenang dan Pulau Kasom, Kabupaten Kepri, Propinsi Riau (sekarang Propinsi Kepulauan Riau). Hak Pengelolaan tersebut diberikan untuk jangka waktu selama tanah yang dimaksud dipergunakan untuk kepentingan penerimaa hak dan terhitung sejak didaftarkannya pada kantor Sub. Dit Agraria setempat (sekarang Kantor Pertanahan Kota Batam).
3. Di atas Hak Pengelolaan (HPL) yang diberikan kepada Otorita Batam tersebut secara vertikal (berdasarkan tanah yang telah dibebaskan dan didaftarkan ke Kantor Pertanahan), kepada pihak ketiga dapat diberikan Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak Pakai (HP).
4. Hak Guna Bangun (HGB) di pulau Batam berlaku selama 30 tahun yang dapat diperpanjang 20 tahun kemudian dapat diperbaharui 30 tahun lagi dan seterusnya, sedangkan Hak Pakai (HP) berlaku selama 10 tahun yang dapat terus diperpanjang setiap 10 tahun sejauh yang bersangkutan masih menggunakan tanah tersebut sesuai dengan peruntukannya.
5. Hak Guna Bangun (HGB) diberikan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) kepada warga negara Indonesia, Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia yang berkedudukan di Indonesia serta perusahaan patungan, sedangkan Hak Pakai (HP) diberikan kepada Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia atau orang asing yang berkedudukan di Indonesia.
6. Sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan kepada Otorita Batam untuk menyerahkan bagian-bagian tanah kepada pihak ketiga dan menerima uang pemasukan, maka telah ditetapkan tarif Uang Wajib Tahunan Otorita Batam (UWTO) untuk kondisi tanah matang dan tanah mentah dengan berbagai peruntukkan tanah yang telah ditentukan untuk jangka waktu selam 30 tahun.
7. Pada saat perpanjangan hak atas tanah setelah 30 tahun nanti, pihak ketiga diwajibkan membayar kepada :
a. Otorita Batam berupa UWTO selama 20 tahun dengan tarif yang berlaku pada saat itu.
b. Kas Negara berupa biaya Administrasi dengan tarif yang berlaku pada saat itu.
8. Pada saat pembaharuan hak atas tanah setelah 50 tahun nanti, pihak ketiga diwajibkan membayar kepada :
a. Otorita Batam berupa UWTO selama 30 tahun dengan tarif yang berlaku pada saat itu.
b. Kas Negara berupa biaya Administrasi dengan tarif yang berlaku pada saat itu, demikian seterusnya.
9. Ketentuan mengenai Prosedur pemecah/pemisahan hak atas tanah dilaksanakan sebagai berikut :
a. HGB (Hak Guna Bangun) Induk yang telah dimiliki oleh developer/ pengusaha kawasan industri/ pengusaha real estate dapat dipecah/dipisah menjadi HGB bagian-bagian pecahan bidang tanah sesuai dengan site plan. Permohonan untuk pemecahan/pemisahan HGB induk menjadi HGB pecahan dapat diajukan langsung kepada Kantor Pertanahan Kota Batam, sedangkan untuk pemindahan hak kepada pihak lain diperlukan adanya izin dari Otorita Batam sebagai pemegang HPL.
b. Untuk orang asing yang berkedudukan di Indonesia atau badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia dapat diberikan dengan Hak Pakai (HP) atau melalui proses perubahan HGB menjadi HP.
10. Orang asing dengan status perseorangan yang berkedudukan di Indonesia atau Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia boleh membeli rumah atau bangunan di pulau Batam dan kepada yang bersangkutan diberikan status tanah Hak pakai (HP) selama 10 tahun yang dapat diperpanjang setiap 10 tahun.
C. KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BIDANG PERTANAHAN DI KOTA BATAM
Masyarakat Kota Batam sangat berpotensi untuk diberdayakan dalam bidang pertanahan baik ditinjau dari segi jumlah penduduk, tingkat pendidikan, kesadaran hukum dan beragam aktifitas kota metropolis yang syarat dengan transaksi bisnis industri dan perdagangan, ditambah lagi dengan ditetapkannya Batam sebagai salah satu kawasan Spesial Economic Zone (SEZS) di provinsi Kepulauan Riau.
1. Persyaratan yang diperlukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat :
Untuk keberhasilan memberdayakan masyarakat dalam bidang pertanahan, pertama sekali perlu dirumuskan suatu pola pikir bahwa tanah tidak hanya dilihat dari sudut pandang hukum semata, tetapi juga dilihat dari aspek ekonomi, politik, sosial, budaya dan bahkan dalam hal-hal tertentu juga dapat dilihat dari aspek magis-religius. Kemudian masyarakat perlu ditempatkan pada posisi sebagai pelaku utama, sedangkan pemerintah hanya bertugas sebagai fasilitator, motivator dan memberikan prioritas utama pada upaya penguatan dan perlindungan kepada masyarakat marjinal (kurang mampu, tergusur, dll), selanjutnya kegiatan pemberdayaan perlu ditempatkan pada kegiatan yang bukan merupakan kegiatan yang berorientasi proyek yang dibatasi oleh waktu dan target, melainkan kegiatan yang terus menerus harus dilaksanakan sebagai suatu proses yang berkesinambungan hingga tercapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang diinginkan atau berkurangnya konflik pertanahan, untuk itu diperlukan beberapa persyaratan dasar, yaitu :
a. Mempelajari dan menganalisa kebijakan-kebijakan dan peraturan perundangan-undangan pertanahan yang diberlakukan di Kota Batam yang selama ini kita lihat dan rasakan masih belum berpihak kepada masyarakat marginal, khususnya masyarakat nelayan yang bermukim di pulau-pulau sekitar Batam dan mengajukan usulan revisi/penyempurnaan atau usulan beberapa kebijakan baru yang sesuai dengan agenda reformasi bidang pertanahan yang lebih berpihak kepada rakyat kecil;
b. Melaksanakan inventarisasi dan identifikasi tentang kepemilikan tanah masyarakat (baik yang berada di atas Pulau Batam sebagai kawasan yang ditetapkan sebagai HPL-Otorita Batam dan tanah-tanah masyarakat yang bermukim di pulau-pulau sekitar Batam) ;
c. Melaksanakan penyuluhan dan bimbingan kepada masyarakat pemilik tanah yang berorientasi dan terfokus pada penumbuhan kesadaran dan pengertian bahwa tanah adalah asset strategis bagi masyarakat guna mewujudkan hak-hak rakyat yang mendasar (pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan status sosial) ;
d. Menjadikan masyarakat pemilik tanah setempat sebagai partner Kantor Pertanahan Kota Batam dan sekaligus juga sebagai mitra Otorita Batam dan Pemerintah Kota Batam sebagai pemegang HPL;
e. Memotivasi pembentukan organisasi / kelompok masyarakat pemilik tanah setempat misalnya dengan pola POKMASDARTIBNAH (kelompok masyarakat sadar tertib pertanahan) untuk menampung pendapat, aspirasi, keinginan dan kebutuhan para pemilik tanah (bottom-up);
f. Pemberdayaan masyarakat harus mendasarkan pada sejarah, budaya dan kebutuhan masyarakat pemilik tanah setempat ;
g. Proses pemberdayaan harus dilaksanakan secara transparan, sehingga masyarakat pemilik tanah mengetahui seluk beluk jalannya proses. Dengan cara ini timbul kepercayaan masyarakat yang hasilnya diharapkan adalah adanya dukungan dari masyarakat pemilik tanah.
2. Pendekatan yang dilakukan :
Pendekatan yang perlu dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota batam dalam rangka pemberdayaan masyarakat dalam bidang pertanahan yaitu dengan melibatkan semua instansi/stake holder terkait, seperti Otorita Batam, Pemerintah Kota Batam, Kadin Kota Batam, Kantor PBB, Perbankan, Notaris/PPAT, LSM dan Masyarakat pemilik tanah dengan cara :
a) Mengidentifikasi kelompok ;
b) Menyiapkan materi pembinaan oleh masing-masing instansi/stake holder terkait yang intinya :
· Memasyarakatkan tentang hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dan upaya-upaya yang harus ditempuh dalam rangka penguatan hak masyarakat atas tanah ;
· Mendorong keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah ;
· Meningkatkan kepedulian dan peran serta instansi/stake holder terkait sebagai motivator, fasilitator dan mitra kerja dalam rangka pemberdayaan masyarakat dalam bidang pertanahan.
3. Langkah-langkah dan Strategi Pemberdayaan :
Dalam rangka pencapaian tujuan pemberdayaan masyarakat dalam bidang pertanahan, diperlukan langkah-langkah dan strategi bersama antar instansi/stake holder terkait, yaitu :
· Menumbuhkan kepercayaan masyarakat pemilik tanah dengan cara melaksanakan dan menerapkan kebijakan dan peraturan perundang-undang pertanahan secara konsisten dan bertanggung-jawab ;
· Menciptakan dan menumbuh-kembangkan komunikasi dua arah antara masyarakat dengan Kantor Pertanahan Kota Batam dan instansi/stake holder terkait ;
· Melaksanakan koordinasi lintas sektoral secara serius dan intensif.
D. PENUTUP
Tindakan konkrit pemberdayaan masyarakat dibidang pertanahan khususnya diwilayah kerja Kantor Pertanahan Kota Batam, sejak dibentuknya Seksi Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat sampai saat ini masih sebatas wacana, penyusunan konsep dan model, belum menyentuh hal-hal yang substansial, untuk itu diperlukan adanya tindakan nyata sehingga agenda ke-3 dari 11 Agenda Prioritas BPN dapat segera direalisasikan. Berbagai kendala untuk melaksanakan tugas mulia ini memang terlihat, salah satu yang sangat terasa adalah belum seriusnya pelaku kebijakan, namun untuk tidak menciutkan semangat, pada kesempatan ini tidak akan penulis uraikan kendala-kendala tersebut secara detail, karena prinsip pemberdayaan masyarakat adalah KEINGINAN DAN KERJA NYATA, bukan membincangkan kendala-kendala yang memang sangat banyak, yang pada akhirnya kendala-kendala tersebut dijadikan kambing hitam dan pembenaran untuk tidak melaksanakan pemberdayaan dan menambah panjang barisan rakyat yang tidak lagi percaya dengan niat baik pemerintah.

Friday, March 9, 2007

Mengenang Prof. Koesnadi Hardjasoemantri

Sebagai salah seorang alumni UGM angkatan 1986, sosok Koesnadi ini tentu saja sangat akrab bagi saya pribadi, terutama sekali kepribadian dan kiprahnya didunia pendidikan dan lingkungan, dia bukan hanya seorang rektor dan guru besar pada saat itu, tetapi juga sosok ayah, orang tua dan teman yang bisa memberikan solusi nyaman bagi mahasiswanya.

Professor Koesnadi mungkin saja dan dapat dipastikan tidak akan mengenal saya secara mendalam, itu saya maklumi karena nama besar, kesibukan dan bejibun kesibukan yang beliau hadapi tentu saja tidak akan ingat dengan satu persatu mahasiswanya, tetapi saya sebagai mahasiswanya mempunyai kenangan tersendiri kepada beliau dan sampai saat ini masih teringat kenangan-kenangan manis bersamanya.

Mengalirkan air bersih dari suatu sumber mata air yang berjarak 2 KM dari Desa Ngablak, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali dalam melaksanakan Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) adalah program utama yang kami laksanakan pada saat itu, kami semua peserta KKN dikecamatan itu sepakat untuk mengsukseskan program ini, karena melihat kondisi masyarakat yang kesulitan air bersih sangat memprihatinkan sekali, rata-rata penduduk mengidap penyakit kulit dan mudah sekali terkena diare.
Setelah membuat rencana dan melakukan survei ditemui beberapa kendala dalam mewujudkan program ini, salah satu kendala yang kami hadapi saat itu adalah masalah biaya yang sangat tidak mungkin diharapkan jika dipungut dari masyarakat atau kampus, sementara kegiatan ini kami anggap sangat prestesius, penting dan sekaligus amal jariah bagi kami-kami peserta KKN saat itu.

Show must go on, begitu kesimpulan kami, maka diutuslah saya bersama 2 rekan untuk menghadap ketua LPM UGM bpk. Ir. Gatot Murdjito untuk membicarakan persoalan ini sekaligus mencari solusi kendala biaya yang dihadapi. Dengan mengendarai sepeda motor, saya dan 2 orang rekan mahasiswa lainnya tancap gas menuju Yogyakarta, langsung ke kampus dan alhamdulillah hari itu juga kami bisa menjumpai bpk. Gatot Murdjito, apa lacur…., kampus ternyata tidak punya dana untuk itu dan saran pak Gatot agar kami menggalang dana swadaya masyarakat aja kalau tidak bisa, batalkan program itu dan buat program baru yang nggak membutuhkan biaya, wach…, kekecewaan udah hampir menghinggapi saya dan teman2 pada saat itu, kemudian pada saat kami minta pendapat bagaimana kalau ini kami bicarakan dengan rektor (bpk. Prof. Koesnadi) beliau melarang dengan keras, karena menurut beliau rektor tidak akan merestui kegiatan ini, apalagi kalau menyangkut biaya yang cukup besar…., lagi-lagi kekecewaan menampar kami…….

Singkat cerita, program tersebut tetap kami jalankan dan alhamdulillah sukses dan peresmiannya akan dilakukan oleh rektor dan disorot oleh TVRI, mau tau kenapa program ini bisa jalan dan sukses. Pertama : karena nama besar seorang Koenadi Hardjasoemantri yang begitu membumi, sehingga pada saat kami mengajukan proposal ke Perusahaan Rokok Djarum agar membiaya program ini, tanpa ba dan bu lagi mereka langsung menyetujuinya dan siap membantu, kedua : karena kami menghianatinya, kenapa khianat…?, karena mahasiswa dilarang oleh rektor melaksanakan program KKN dengan biaya dari pihak ketiga (sponsor) dan kami melanggar larangan itu.

Detik-detik waktu peresmian sudah dekat, kami semua bukannya gembira, malah ketakutan dan cemas, semua teman-teman menuding saya sebagai biang keroknya, “ ini gara-gara kamu sal yang punya ide minta sama Djarum, bisa-bisa kita semua kena batunya, karena sekali lagi saya katakan meminta dana kepada pihak lain adalah dosa besar dan sangat dilarang oleh rektor…., wach ciut juga saya sebentar, tapi karena udah kadung nasi menjadi bubur, maka bubur itu akan saya makan, begitu kira-kira bukti pertanggung jawaban saya kepada teman-teman….

Sehari sebelum proyek diresmikan oleh pak rektor, plang (billboard) dari perusahaan Rokok Djarum yang bertuliskan “ Proyek Pengadaan Air Bersih Desa Ngablak, kerja sama Mahasiswa KKN UGM dengan PT. Djarum Kudus “ sudah terpampang dengan gagah disisi bak penampungan besar yang telah selesai dibangun, lagi-lagi saya gundah melihat plang itu, gimana nggak ketauan kalau plang ini sendiri yang memberikan berita kepada rektor dan semua yang hadir…, dan pemasangan plang ini memang harus dilakukan sebagai salah satu syarat dari pihak sponsor dalam rangka pencairan dana, tanpa embel-embel ini dapat diapstikan dana tidak akan dikeluarkan. Muncul ide seketika untuk mencabut dan menyingkirkan plang ini sementara, kemudian setelah diresmikan dan para rombongan pulang, rencananya plang ini dipasang kembali…, ide itu disetujui dan dengan bantuan beberapa orang masyarakat desa, plang berukuran 2 M X 1 M itu kami cabut dan disembunyikan dibelakang balai desa, pekerjaan beres, hati sudah agak tenang, sekarang tinggal mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut peresmiannya besok.

Jam 10.30 waktu Desa Ngablak, rombongan rektor datang dan tanpa acara-acara ceremonial bpk rektor langsung menuju tempat acara dan membuka kran air, seketika mengucur deras air dari dalam bak penampungan ke masing-masing ember warga yang sudah sangat merindukan adanya air bersih di desa mereka… kami semua mendapat ucapan selamat dari rektor dan rombongan, kamera TVRI mengarah kepada kami, wah rasanya bahagia sekali hari itu…., acara selesai pak rektor dan rombongan dipersilahkan ke Balai desa untuk sedikit mencicipi jajanan yang sudah disiapkan oleh pak lurah…..

Lima menit sebelum meninggal desa Ngablak, tiba-tiba saya dikejutkan oleh suara bpk Gatot Murdjito yang memanggil saya dengan mimik wajah yang tidak bersahabat, sambil berjalan beriringan beliau berkata :
“ makanya, kemarin khan sudah saya larang anda membuat program ini, sekarang pak rektor mau bicara dengan anda “,
“ lho bpk tau dari mana…?“, belum sempat pertanyaan saya dijawab saya sudah berhadapan dengan bpk Koesnadi Hardjasoemantri diruang kerja pak lurah, dengan wajah datar beliau bertanya :
“ saudara ya ketua tim ini ?, betul pak, jawab saya dengan perasaan sedikit takut.
“ saya sebagai pribadi menghargai dan memberikan penghargaan kepada anda dan teman-teman anda yang mempunyai gagasan ini walaupun mungkin saudara melibatkan pihak lain untuk mewujudkannya…,” seketika darah saya berdesir, “ wach siapa yang membokar rahasia ini “ pikir saya
“ saudara tau khan, melaksanakan program KKN dengan bantuan pihak sponsor itu dilarang ? “,
“ tau pak dan saya mohon maaf jika yang kami lakukan ini diluar ketentuan yang bapak amanatkan, dan saya siap menerima hukuman jika apa yang saya kerjakan ini salah “ jawab saya dengan suara bergetar karena takut…..
“ ya nggak salah…to, sesuatu yang bermaksud baik walaupun kadang-kadang harus dikerjakan dengan cara yang tidak baik, sewaktu-waktu memang perlu ditempuh sebagai jalan keluarnya, tapi seharusnya anda tidak perlu sembunyikan siapa sponsornya, itu malah yang membuat saya tidak simpati….” Kalimat ini begitu tenang keluar dari mulutnya tanpa sedikitpun terlihat dan terasa adanya kemarahan, dan dari kata-kata ini banyak sekali makna yang dapat saya ambil dan rasakan……

Sekarang beliau telah berada dalam pelukan sang Khaliq, saya yakin karena dengan begitu ikhlasnya beliau memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi bangsa ini, beliau akan ditempatkan oleh Sang Pencipta pada tempat yang Indah dan Nyaman, seindah tutur kata dan sikap beliau yang memberikan kenyamanan bagi orang-orang yang mengenalnya, amin ya robbal alamin.

Wednesday, March 7, 2007

INI BARU POLISI

Dipanggil sebagai saksi ahli dalam kasus-kasus pertanahan oleh Polda Kepulauan Riau, tentu saja sedikit membuat nyali saya ciut, walau tugas dan pengalaman ini sudah sering saya lakoni, entah kenapa koq selalu begini yg saya rasakan…, sosok angker pemeriksa dan berbagai pertanyaan menjebak yg bikin gelagapan itu yg selalu terbayang dan menghantui jika tugas ini diberikan kepada saya.

Sepuluh menit sebelum Jam 10 tepat, sesuai dengan surat panggilan polisi, saya sudah hadir diruang serse polda kepri, menunggu kira-kira 5 menit saya dipersilahkan duduk disamping petugas pemeriksa yang kalau nggak salah bernama Novianto Karo-Karo, kami tidak berhadapan sebagaimana pengalaman pada pemeriksaan terdahulu, seketika rasa deg-ged kan yang sempat mampir hilang, kemudian dengan senyum ramah dan sikap yang simpatik polisi tadi memberi beberapa pertanyaan seputar pertanahan dengan bahasa yg jelas, santun dan tidak menuduh, wach ini surprise luar biasa yang saya rasakan, sejenak otak saya mulai beranalisa, apakah kondisi yang saya alami saat ini merupakan perubahan paradigma yang dilakukan oleh polisi...? atau kebetulan saja hari ini merupakan hari yang baik bagi saya…..

Hari itu bukan saja saya yang diperiksa oleh polisi, tetapi dimeja lain saya juga melihat beberapa orang polisi sedang melakukan pemeriksaan, yang perlakuan dan cara yang saya peroleh dan rasakan juga diberlakukan pada orang lain, sementara saya dapat mengambil kesimpulan, bahwa ini memang perubahan mendasar yg dilakukan polisi, alhamdulillah…., sejenak prasangka negatif kembali menyerang otak saya, ach…, jangan-jangan ini cuma berlaku di polda kepri saja, sementara dipolsek, poltabes dan polda-polda yang lain mungkin saja sosok polisi masih sangar dan gahar dimata masyarakat, terlebih pada saat tersangkut perkara…., entahlah saya nggak bisa mengambil perbandingan, karena saya nggak ingin dan kalau bisa jangan diperiksa dipolsek, poltabes dan polda-polda yang lain, nggak enak mas…., nggak percaya…?, ya udah coba aja buat masalah dan pastikan bahwa pendapat saya ini benar adanya.

Setelah selesai diperiksa, ucapan terima kasih meluncur dari mulut sang pemeriksa dengan tulus, wah… lagi-lagi saya gembira dan berharap semoga polisi itu tidak ditakuti lagi oleh masyarakat, tapi dicintai dan dihormati….
Melangkah keluar dari ruang serse, saya berpapasan dengan direktur serse polda Kepri, ibu Kombes Basaria Panjaitan yang menyapa saya
“ sudah selesai pak..? “,
“ sudah buk “ jawab saya, sembari menyampaikan apresiasi dan pujian atas perlakuan bawahan ibu kepada saya dan juga orang-orang yang diperiksa hari ini. Mendengar ini ibu yang berpangkat Komisaris Besar Polisi ini mengajak saya untuk berbincang-bincang diruang kerjanya, dalam hati saya, wach ada apa lagi nich…, jangan-jangan…..

“ Bapak ingat nggak, semua perubahan yg bapak rasakan dan alami ini adalah atas saran dan kritik yang bapak pernah alamatkan kepada polisi pada saat saya menyampaikan makalah tentang tugas-tugas penyidikan di Novotel tempo hari “ kata ibu kombes ini membuka perbincangan,
“ apa iya buk “ jawab saya, wach nekat juga saya berani mengkritik polisi, koq bisa dan berani ya saya…, setelah mengingat sejenak, rasanya memang pernah saya menyampaikan saran (bukan kritik) agar polisi dalam melakukan pemeriksaan, terutama pada saat memeriksa saksi ahli agar diperlakukan berbeda dengan pesakitan, tuntutan perlakuan berbeda ini saya sarankan bukan hanya dari sisi tempat dimana saksi tersebut diperiksa juga sikap dan cara memeriksanya harus dibedakan, karena berdasarkan pengalaman, khususnya tentang PERTANAHAN, masih banyak yang awam dengan bidang ini, sehingga akibat terbatasnya kemampuan petugas dalam bidang ini, sering kali substansi dari permasalahan yang sedang dihadapi menjadi kabur dan tidak fokus, yang tentu saja akan mempengaruhi keputusan yang diambil, sayangkan kalau ini yang terjadi, bukan hanya sayang, kalau salah dalam menetapkan pasal-pasal yang dikenakan…., resikonya bukan hanya tidak tegaknya hukum, tapi juga dosa lho…., yg salah jadi benar, atau setengah benar, dan yg benar jadi salah…..

Pengalaman ini makin membuat saya yakin, bahwa untuk menyampaikan kebenaran ternyata tidak perlu takut dan sungkan-sungkan, apalagi kalau saran, kritik dan keluhan yg kita sampaikan itu dilakukan dengan cara-cara yang beradab dan beradat, dapat dipastikan kritik dan saran yang kita lontarkan akan mengena dan insya Allah akan direspon oleh orang, tapi kalau disampaikan dengan marah, kasar, emosional, menuduh, sudah dapat dipastikan, jangankan direspon, mendengarnya saja orang sudah nggak suka, sebaik apapun saran itu, selain itu menyampaikan kritik, saran, dan uneg-uneg dengan cara yang tidak simpati akan merugikan diri sendiri, capek ngomong, udah pasti…dan yang lebih ekstrim lagi kita tidak akan pernah disenangi orang, karena orang yang dari mulutnya selalu keluar sampah akan menebarkan bau busuk dan raut muka yang tidak menarik alias jelek, kusam,wuellek amat….., gak percaya silahkan anda berkaca dicermin yang bersih dan nggak pecah.
Professionalisme ternyata bisa kita lakukan dan bisa juga segera kita implementasikan dalam tugas kita sehari-hari dimanapun kita bekerja, hanya dengan satu syarat yaitu MAU…, kalau nggak MAU ya udah tunggu aja, alam pasti akan melakukan seleksi…, sekarang atau nanti.

Saturday, March 3, 2007

IMAN

Bagi kita yang beragama Islam, tentu kita sangat faham apa itu iman dan rukun iman itu, pertama : Percaya adanya zat yang maha tau, yaitu ALLAH, kedua : Percaya adanya Rasul-rasul Allah, ketiga : Percaya akan malaikat-malaikat, keempat : Percaya adanya kitab-kitab suci yang telah diwahyukan oleh Allah kepada Rasul-rasulnya, kelima : Percaya akan adanya hari akhirat (kiamat) dan yang keenam atau yang terakhir : Percaya akan adanya Qhada dan Qhadar, begitu kira2 yang saya tau dan mohon maaf jika urutannya tidak benar.

Dari keenam rukun iman ini terlihat bahwa substansinya adalah PERCAYA...., tanpa kita percayai dapat dipastikan kita tidak pernah beriman, tidak beriman, kepada siapapun..., konsekuensinya tentu saja kita tidak akan pernah patuh akan perintah-perintahnya, takut akan sangsi-sangsinya dan percaya dengan apa yang disampaikan atau diinformasikannya, huruf "n" dalam kata " nya " dalam tulisan ini sengaja tidak saya besarkan hurufnya karena dalam kontek percaya, bisa saja " nya " ini berwujud pimpinan, lembaga, institusi, suami, istri, anak dan sebagainya, sementara "Nya" dalam huruf besar saya tujukan kepada sang khaliq yaitu Allah.
Tanpa bermaksud mengupas tentang rukun iman atau hal-hal yang berbau religi, yang memang bukan bidang dan pengetahuan tentang ini masih sangat dangkal penulis ketahui, ternyata PERCAYA ini merupakan hal yang sangat utama untuk ditanamkan dalam hati kita masing-masing sebelum kita melaksanakan apa saja. Dalam kegiatan ibadah, apa mau kita sholat, puasa, membaca al_quran dan kegiatan ibadah lainnya kalau kita tidak percaya ?, kemudian dalam kehidupan sosial apa mau kita mentaati peraturan kalau kita percaya dengan sipembuat aturan, mungkin saja mau patuh tapi " kalau ada yang jaga ", jadi intinya kita percaya aja dulu....
Krisis kepercayaan, atau sikap tidak lagi percaya dengan segala sesuatu yang disampaikan oleh para pemimpin, pejabat, tokoh negeri dan bahkan apa-apa yang telah dijanjikan dan diancamkan oleh Allah sekalipun, sudah mulai disikapi dengan santai, acuh tak acuh, cuek, nggak mau tahu, penyakit jiwa ini sedang mewabah dinegeri ini. sekelumit anekdot tentang krisis kepercayaan ini penulis selipkan dalam tulisan ini, dan seandainya dari pembaca yang tersinggung dengan anekdot ini, sebelumnya penulis memohon maaf ...., begini ceritanya....
Alkisah, ada orang yang sangat miskin membutuhkan uang sebesar 1 juta untuk membeli sesuatu yang sangat dibutuhkannya, setelah berusaha kesana dan kesini, bekerja ini dan itu, tetap saja uang 1 juta tersebut tidak dapat diperolehnya, tanpa habis akal ditulis surat kepada ALLAH, karena dia sangat yakin dan percaya Allah itu maha pengasih dan maha penyayang , "ya Allah, hambamu ini sangat miskin dan membutuhkan uang, tolong ya Allah kirimi hamba uang sebesar 1 juta" begini kira2 bunyi surat orang tadi kepada Allah. Pada amplop surat ditulisnya " Kepada Yth. Allah dimana saja berada, dan pada alamat sipengirimpun dia tulis alamat lengkapnya. saat petugas kantor pos melakukan sortir surat-surat yang akan dikirim, pak bos bingung kemana surat ini akan saya kirimkan, setelah memutar otak, pak pos menyerahkan surat tersebut kepada Bapak Camat dimana sipengirim surat berdomisili, karena menurut sepengetahuannya pak camat dan para pemimpin di negeri ini adalah wakil-wakil Allah dimuka bumi ini, jadi pantas dan tepat kalau surat ini saya serahkan pada beliau..., setelah membaca surat ini pak camat sedih dan terharu, tetapi karena dana untuk itu tidak tersedia, sementara uang dikantong juga tidak ada, pak camat meneruskan surat tersebut kepada salah satu instansi yang menurut beliau " basah ", biar nggak bingung, sebut saja kantor dimana penulis bekerja, yaitu Kantor Pertanahan (BPN). seketika menerima surat dimaksud kepala kantor yang kebetulan sangat humanis ini segera menggelar rapat mengumpulkan staf-stafnya, hasilnya dari rapat tersebut terkumpullah dana sumbangan sebesar 800 ribu, dan setelah dimasukkan dalam amplop tertutup, oleh kepala kantor diutuslah salah seorang staf untuk menyampaikan bantuan tersebut kepada orang miskin tadi. assalamualaikum, kami dari kantor BPN pak, membawa bantuan yang bapak butuhkan, kira-kira begitu yang diucapkan oleh pegawai BPN yang diutus tadi kepada bapak yang sangat miskin ini, dengan tergesa-gesa orang miskin ini segera merobek amplop dan menghitung isinya dan tanpa mengucapkan terima kasih apalagi mempersilahkan pegawai BPN ini untuk masuk, orang miskin ini ngeloyor pergi kekamarnya dan duduk diatas meja dan kursinya yang sudah reot, mengambil secarik kertas dan segera menulis, ya Allah ya tuhanku, uang yang engkau kirimkan telah hamba terima, tetapi karena uang tersebut engkau titipkan dengan pegawai BPN, uang tersebut telah dipotongnya sebesar 200 ribu, sehingga yang hamba terima cuma 800 ribu....
Fenomena ini tanpa kita sadari sudah terjadi disekitar kita dan mungkin sudah mulai menjangkiti kita, karena apa...?, karena kita terlalu lama dibohongi oleh dogma-dogma yang dibuat oleh " kita sendiri ", makna percaya itu berangsur-angsur telah hilang dari arti sesungguhnya, sekarang bagaimana dan dengan cara apa kita pulihkan semua ini, ini adalah tanggung jawab kita semua, siapapun dan apapun professi dan status sosial kita, persoalan ini ada dipundak kita masing-masing, mendidik dengan cara memberitahu bagi yang tau, mendidik dengan cara mencontohkan bagi yang patut dicontoh, melawan, mengkritik, menuntut, meminta bagi yang patut untuk dilawan, dikritik, dituntut dan dimintai, mudah2an denga cara ini TSUNAMI SOSIAL sebagai mana yang diramalkan oleh dewan rektor se Indonesia tidak akan pernah terjadi di negeri yang indah ini, karena jika itu terjadi anak bangsa ini juga yang akan membiayainya......

INTROSPEKSI

Dalam bahasa inggris tertulis introspection, yang dalam Oxford Dictionary diartikan dengan “ the careful examination of your own thoughts, feeling, etc.” makna dari kata ini agak mengusik saya saat, apa mungkin saat ini masih ada orang yang melakukan introspeksi terhadap kronologis perbuatan, sikap dan prilaku yang telah dikerjakannya sendiri dan seandainya ada, apa masih objektifkah penilaian itu ?, kemudian apa tolok ukur dan nilai-nilai yang dijadikannya pembanding dalam melakukan introspeksi ?.

Di zaman semua ukuran dan tata nilai menjadi kabur seperti saat ini, rasanya cukup sulit melakukan introspeksi atau auto-kritik terhadap diri sendiri, mungkin saja pernah kita lakukan dan bahkan barangkali sering kita lakukan kegiatan yang namanya introspeksi ini, tetapi dapat dipastikan hasilnya pasti lebih cenderung bersifat subjektif dibanding objektif, karena didalam hati, otak dan jantung kita saat ini telah diformat dan disetting oleh situasi, keadaan, dan system nilai yang tidak lagi memiliki aura kemurnian dan keaslian, sehingga setiap kita selesai melakukan introspeksi, hasilnya selalu tertuju keluar dan menunjuk kearah lain, ntah itu orang, situasi dsbnya, jarang sekali hasilnya menunjuk ke dalam atau kearah diri kita sendiri. Seyogyanya introspeksi yang kita lakukan akan memberikan feedback ke dalam diri kita sendiri, seharusnya hasil dari sebuah introspeksi berupa sebuah keadaan psikhis yang menyatakan “ bahwa ini terjadi karena aku berbuat /melakukan ini, atau karena aku tidak berbuat/melakukan ini “

Kegiatan introspeksi selalu dianjurkan, atau cenderung dilakukan pada saat seseorang mengalami hal-hal yang kurang berkenan atau tidak mengenakkan, sedang sial, tidak beruntung, sedih, jutek, dsbnya, dsbnya. Langka dan jarang sekali seseorang melakukan introspeksi pada saat dia mengalami hal-hal yang enak-enak, bahagia, happy atau sedang mengalami kesuksesan.

Bagaimana sich cara melakukan introspeksi yang baik dan biar hasilnya objektif …?
Wach, saya sich bukan pakar dibidang itu, jadi jawabnya nggaaaak tau’, tapi introspeksi sering saya lakukan dengan cara terlebih dahulu membuka dan membiasakan diri untuk rela dan bersedia dikritik, legowo menerima semua kritik walau sepedas, sepahit, sepanas sekasar apapun kritik itu dilontarkan kepada saya, karena pesan almarhum orang tua saya yang sampai saat ini tetap saya patuhi dan jadikan pegangan adalah “ besarlah kamu dari kritikan, jangan kamu besar karena pujian “. Sederhana memang petuah itu tapi sangat dalam maknanya dan pengaruhnya dalam hidup dan kehidupan saya……

Sekarang apa sih hubungannya antara introspeksi dengan kritik, maksud saya cobalah, ayo dong segera kita melakukan introspeksi diri pada saat kita dikritisi, kalau selama ini anda biasa menerima kritik dan tidak pernah benci atau marah dengan orang yang melakukan kritisi, saya yakin dan percaya, hasil dari introspeksi yang kita lakukan akan membawa hasil yang baik, objektif dan mengarah kearah kita, ke dalam, bukan ke luar….

Kemudian arahkan introspeksi pada kesalahan-kesalahan, kekeliruan-kekeliruan yang kita lakukan jangan pernah menunjuk pada kesalahan dan kekeliruan orang lain, sulit memang mengakui atau melihat kesalahan dan kekeliruan kita, tapi tidak akan sulit kalau kita membiasakan dan membuka diri untuk dikritisi, karena dengan kritikan kita seolah-olah berdiri didepan cermin, melihat dan telanjang dan tidak ada yang ditutup-tutupi.
Akhirnya saya ingin mengajak semua yang namanya manusia untuk senantiasa melakukan kegiatan rutinitas yang namanya “ introspeksi “ karena dengan introspeksi berarti kita melakukan reparasi dan perbaikan dalam diri kita sendiri, tapi mari kita sama-sama mengingatkan diri kita sendiri agar pada akhir dari perjalanan introspeksi itu ada kesimpulan yang bermakna : “ bahwa sesuatu itu terjadi disebabkan ini yang menunjuk ke dalam, bukan disebabkan oleh itu yang menunjuk keluar “ karena menurut saya itulah makna hakiki dari INTROSPEKSI.

Pelayanan Butuh Pengorbanan

Turun dari pesawat Garuda Batam-Jakarta, saya berniat untuk merubah kebiasaan yang dulunya selalu naik Damri menuju hotel tempat saya menginap, dengan coba2 menaiki taxi yang namanya silver bird, yach sekali-kali boleh khan merubah strata sosial dari kelas ekonomi ke kelas executive menengah, kalau yang terlalu tinggi kayaknya nggak bisa dan belum mampu.

Setelah menunggu pesanan kira-kira 10 menit, sebuah sedan hitam berhenti ditempat saya menunggu dan layaknya seorang executive saya dibukakan pintu dan dipersilahkan masuk dan duduk dijok belakang, tidak seperti biasanya, saya lebih senang duduk di samping pak supir, tapi kali ini karena udah niat untuk sedikit bergaya borju, saya hilangkan kebiasaan itu.

“ selamat malam pak”, sapa sang supir dengan ramah kepada saya
“ Selamat malam “ jawab saya
Kemudaian sang supir langsung memperkenalkan namanya dan jenis taxinya kepada saya, wach…nggak pernah-pernahnya saya naik taxi yang supirnya begini, professional dan terkesan sangat ramah dan bersahabat.

Mendapat perlakuan yang demikian menyenangkan, tentu saja membuat saya tersanjung dan kagum atas sikap seorang supir taxi yang begitu ramah dan menyenangkan ini, sehingga timbul di dalam hati saya untuk mengulangi lagi kesempatan ini di lain waktu nantinya.
Selain keramahan yang diberikan sang supir yang belakangan saya ketahui bernama Edy ini, cara melayani yang diberikannya untuk memuaskan pelanggan bukan hanya dari sikap dan tutur-katanya yang santun tapi juga dari semua accessories taxinya dilengkapi dengan hal-hal yang memanjakan pelanggan, misalnya di sandaran jok depan diselipkan berbagai majalah edisi terbaru, (termasuk majalah playboy terbitan Indonesia) tissue, air mineral dan yang lebih unik lagi diantara 2 kursi depan disajikan sekeranjang kecil buah-buahan lokal seperti salak, jeruk, rambutan dll, wach…wach… betul-betul membuat saya terkagum-kagum atas ulah supir taxi ini.

“ apa semua taxi silver bird pelayanannya seperti ini pak ?, Tanya saya ingin tau
“ Nggak pak, “ ini adalah inisiatif dari saya sendiri untuk menyenangkan pelanggan-pelanggan saya dan membuat kesan tersendiri tentang saya…., jawab pak supir yang berpenampilan bersih dan rapi ini.
“ kira-kira, berapa pak biaya yang bapak anggarkan untuk semua ini ”, lanjut saya ingin tau lebih detail
“ ya nggak besar sih pak, lebih kurang kalau dihitung bulanan untuk ini semua tidak lebih dari 30 ribuan perhari “
Wach gede juga ya pak, untuk penghasilan seorang supir taxi, uang 900 ribu perbulan itu khan banyak ?
Saya nggak masalah sich pak, yang penting pelanggan saya senang, dan karena kesenangan yang mereka alami, kadang-kadang saya sering dikasih uang tip yang tidak sedikit dan menjadikan taxi saya ini sebagai langganannya, kan kompensasinya kesana pak, kata pak supir bagaikan seorang ekonom yang sering saya liat di tv-tv.
Kalau soal untung ruginya sich saya nggak pernah itung, tapi dari sisi persaingan sesama supir silver bird gaya dan cara saya ini dibilang over acting, cari muka dengan pimpinan dan bahkan ada yang bilang saya gila.

Sepenggal pengalaman tadi menggugah saya untuk memberikan apresiasi ke supir taxi ini, dengan menuliskan beberapa baris kata dalam buku penumpang yang juga disediakan oleh sang supir, yang menurut dia sebagai data untuk mengevaluasi diri.

Bercermin dari sikap dan cara yang dicontohkan oleh supir taxi ini, kondisi pelayanan publik di negara kita ini sebenarnya mudah untuk diperbaiki, asal pelaku pelayanan publik mau sedikit saja berkorban, pertama : berkorban untuk tersenyum dan bersikap ramah dengan pengguna jasa, siapapun dan apapun kelasnya, kedua : berkorban untuk sedikit memahami keinginan pelanggan, (biasanya, cepat, mudah dan murah) dan yang ketiga : berkorban untuk merenung bahwa saya ini diangkat dan digaji oleh pemerintah, atau negara, atau perusahaan ini sebagai pegawai, karyawan adalah untuk bekerja melayani masyarakat, orang, atau pengguna jasa. Mungkin menjadi pertanyaan dari pembaca, kenapa sih penulis menggunakan kata “ berkorban “ ?., jawabnya karena ketiga prasyarat yang penulis kemukakan diatas bukan lagi sifat kita, bukan lagi budaya kita, bukan lagi jati diri kita, bukan lagi way of lifenya bangsa ini, semuanya itu sudah bukan kita dan tidak ada, makanya untuk menjadikan dia ada, menjadikan dia menjadi way of lifenya bangsa ini, kita dituntut untuk berkorban, sebagaimana yang dialami oleh supir taxi tadi, bahwa bersikap berbeda dalam memberikan pelayanan mungkin saja saat ini sudah dianggap aneh dan bahkan sinting, makanya sang supir taxi dianggap gila, nauzubillah …..

Bersikap ramah dengan masyarakat, lingkungan dan bahkan dengan hewan sekalipun pasti akan memberikan dampat positif yang sangat berharga dan bermanfaat bagi diri kita pribadi, misalnya dari sudut pandang agama, sudah dapat dipastikan kita akan disayang oleh Allah dan malaikat-malaikatnya, karena itu memang perintahnya, kemudian dari sudut pandang sosial, sudah dapat dipastikan kita akan disenangi orang, selanjutnya dari sudut pandang kesehatan, sudah pasti orang yang ramah, menyenangkan dan selalu berusaha untuk membuat orang puas lebih sehat dibandingkan dengan orang yang sering membuat orang kesal dan marah, nggak percaya silahkan anda mencoba, wajah orang yang ramah pasti lebih menarik, cantik dan tampan dibandingkan dengan wajah orang yang sombong, angkuh dan sok kuasa, pokoknya dapat dipastikan bahwa membuat orang puas, gembira, bahagia, senang, mengerti, tidak merasa dibohongi dan dibodohi akan memberikan kompensasi positif kepada diri pribadi, TANYA KENAPA ….?,

Hapus KKN dan Tingkatkan Pelayanan...!!

Hapus KKN dan Tingkatkan Pelayanan, begitu bunyi sebuah judul surat pembaca yang penulis baca dalam rubrik Batam Beres diharian Batam Pos, yang intinya penyampaian rasa kesal terhadap pelayanan publik yang dilakukan oleh sebuah institusi di Kota Batam yang dialami oleh penulis surat pembaca tersebut. Sekilas permohonan untuk menghapus KKN (pungli) sekaligus tingkatkan pelayanan merupakan permohonan yang biasa-biasa saja dan nampaknya mudah untuk dilaksanakan, namun berbeda menurut pandangan penulis, karena permintaan tersebut adalah hal yang tidak masuk akal dan terlalu muluk jika kita memahami kondisi aparatur yang ada di Negara ini, jika kita coba mengotak atik kalimat tersebut, bagaimana jika kita rubah seperti ini, “ Pungli kan sudah kami berikan, harusnya tingkatkan dong pelayanannya “ karena tidak mungkin untuk meningkatkan pelayanan kalau KKN yang berjenis pungli itu dihapus, udah pungli aja masih dipersulit apalagi kalau nggak sama sekali, mustahil mas, om, bapak dan para hadirin sekalian.

Menyadari bahwa kita hidup di negara yang aparatnya korup, yang berslogan “ kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah “ dsbnya dsbnya, kedua permohonan seperti judul tulisan ini sudah pasti suatu tindakan yang sia-sia, mubazir dan nggak berguna. Sekali lagi kita harus sadar sesadar-sadarnya bahwa kita semua sedang dilanda wabah penyakit jiwa yang sangat sulit untuk disembuhkan, berbagai tabib dan therapy udah dicoba tapi penyakit ini tak kunjung sembuh dan bahkan menulari anak dan generasi penerus bangsa ini, dokter spesialis yang bernama BPK, KPKN, KPK, TIMTASTIPIKOR dan beberapa nama sangar dan gahar sudah dicoba untuk menyembuhkan, tapi semua belum berhasil….

Jangan pesimis dulu dan kemudian pasrah menerima nasib, masih ada jalan lain yang mungkin agak nekad dan butuh pengorbanan, untuk jadi seorang hero, pahlawan memang butuh pengorbanan khan ?, ayo kita coba jurus baru yang pernah dikampanyekan oleh seorang dokter ahli yang bernama KPK, yaitu jurus “ LAWAN dan LAPORKAN “ jurus ini perlu dimodifikasi dengan jurus “ lawan tapi tidak dengan kekerasan, nggak usah dilaporkan karena percuma aja, udah pasti nggak bakalan digubris, he he he “

Jurus yang penulis pernah praktekan ini nggak bisa memang di generalisir akan ampuh untuk semua kondisi, tapi mencoba nggak ada salahnya, itupun kalau mau dan punya niat untuk mengobati, pertama : lawan dengan cara yang santun, misalnya kalau dimintai uang pelican atau pungli, ok kan saja berapa yang dia minta itupun kalau anda sanggup, kalau nggak ya bias nego, tapi sebelum diberikan anda tanyakan dulu aturan main ini sesuai dengan ketentuan atau tidak, kalau tidak ada aturan yang jelas yang mengaturnya jangan dikasih, kalau masih ngotot, katakan, ok pak, buk, mas, dsbnya saya akan beri berapa yang anda minta tapi saya minta kuitansi resmi ya, terbukti pada saat hal ini penulis praktekan si peminta suap tidak berani memberikan kuitansi, kemudian kalau buntut dari perlawanan ini berbuah anda tidak dilayani, segera mintakan surat atau alasan-alasan mengapa permohonan tsb ditolak, kalau jurus ini masih juga tidak menyembuhkan penyakit jiwa aparat tersebut, nggak ada salahnya anda coba melaporkan praktek-praktek keji dan tidak bermoral ini ke dokter dokter yang disebutkan di atas, mudah2an dan insya Allah ditanggapi.

Bagi aparatur yang sudah diamanahkan untuk melayani masyarakat cobalah bersikap amanah sedikit aja, tidak perlu tiap hari, cukup 2 minggu sekali atau kalau sibuk 1 bulan sekali anda merenungkan bait-bait sumpah yang pernah anda ucapkan pada saat anda dikarunia jabatan, pangkat atau kedudukan, ngeri nggak ?, nggak ?, ya nggak apa-apa itu manusiawi koq, kemudian coba kita tukarkan tempat kita dari yang meminta pungli dengan orang yang kita pungli, sakit, sebel, gemes kah jika kita juga diperlakukan seperti itu ?, nggak tuh biasa-biasa aja koq…, waaahh, kalau sudah begini kondisi kejiwaan kita, coba merenung sekali lagi dan meminta kepada tuhan untuk segera mengampuni dosa-dosa saya dan segera mencabut nyawa saya, karena ternyata saya orang yang tidak berguna, T E R L A L U …..

Masyarakat jangan pernah letih, lelah dan lesu untuk menyuarakan hak-haknya untuk meminta pelayanan yang baik, meminta informasi tentang prosedur dan biaya/tarif pelayanan public yang sesuai dengan ketentuan, aparat juga merupakan kewajibannya untuk memasang/menempelkan tata cara, biaya dan jangka waktu pelayanan pada papan pengumuman ditempat/kantor dimana pelayanan tersebut diberikan, ini adalah salah satu bukti adanya akuntabilitas aparatur kepada public yang dilayaninya, kalau informasi-informasi ini tidak dipasang atau tidak diberikan, merupakan hak masyarakat untuk mengetahuinya. Penulis yakin bangsa kita bukan bangsa yang mau terus menerus diperas, dibodohi, lawan, tuntut, minta, tapi ingat harus dengan cara-cara yang santun dan bermartabat sebagai bukti bahwa kita masih punya jati diri bangsa, lho koq jadi kaya menasehati, maaf ini adalah gejolak emosi yang muncul tiba-tiba, sekali lagi maafin ya.

Satu minta disuap, yang satu mau menyuap itu bukan urusan kita dan kalau ini yang terjadi mohon jangan bising, ngedumel, berkeluh kesah, salah sendiri kenapa mau …., berarti anda tidak ada niat untuk coba-coba mengobati penyakit bangsa ini.
Yang satu minta disuap, yang satu tidak mau menyuap nah ini baru konco-konco kita, bukan pelit mas, om, bapak, buk. Sikap seperti ini adalah sikap mendidik dalam arti sesungguhnya. Bisakah kita budayakan sikap kita seperti ini, aparatur menjadi buruk, sakit, korup secara tidak sadar adalah karena kita selalu memberikan peluang kepada mereka untuk bersikap dan berperilaku selalu seperti ini, memberikan kesempatan dan pembenaran, sehingga perlahan-lahan terjadi metamorfosa didalam jiwa-jiwa aparatur bahwa yang salah itu adalah benar dan kebenaran itu adalah kesalahan.

Berbagai bencana dan amuk alam yang akhir-akhir ini mendera negeri ini, mudah2an tidak dan bukan laknat dan murka Allah kepada bangsa kita yang selalu dan cenderung berbuat zhalim, tetapi merupakan wujud rahman dan rahimNya kepada kita semua, amiiin ya robbal alamin.

Permasalahan dan Prospek Pertanahan di Pulau Batam


Permasalahan pertanahan di Pulau Batam saat ini semakin komplek dengan keluarnya surat Kepala Kantor Pertanahan Kota Batam tentang larangan bagi Notaris/PPAT untuk membuat akta peralihan hak atas tanah atas bidang tanah yang dialokasikan oleh Otorita Batam kepada pihak Perusahaan Pengembang (developer) sebelum pihak developer memperoleh HGB atas bidang tanahnya. Permasalahan muncul karena sebelumnya pihak developer telah terlebih dahulu telah melakukan peralihan kepada pihak user (masyarakat) dengan akta notaris dan semua dokumen pertanahannya, berupa SKEP, SPJ, PL telah dipecah (splitzing) ke atas nama pembeli, kegiatan ini telah berjalan beberapa tahun dan pihak BPN sebelumnya tidak pernah mempersoalkan permasalahan ini.

Permasalahan lain yang saat ini juga belum terselesaikan dan bahkan belum sama sekali disentuh atau mungkin juga dipikirkan adalah permasalahan tanah-tanah di Pulau Setokok, Rempang, Galang dan Galang Baru yang sampai saat ini kondisinya masih distatus quokan oleh OB dan Pemko Batam, kemudian permasalahan status tanah-tanah yang ditetapkan oleh Walikota Batam sebagai “ KAMPUNG TUA “.

Jika ditilik dari payung hukum, permasalahan pertanahan di Pulau Batam disebabkan adanya berbagai kebijakan yang mengatur pertanahan di wilayah ini, misalnya Keppres No. 41 tahun 1973, Kepmendagri No. 43 Tahun 1977 dan Keppres No. 28 Tahun 1992. Ketentuan-ketentuan ini sudah seharusnya ditinjau kembali “kelayakannya”, terutama di era reformasi dan otonomi daerah saat ini. Di dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa seluruh areal tanah di atas Pulau Batam dan pulau-pulau lain di sekitarnya diberikan dengan Hak Pengelolaan (HPL) kepada OB, kemudian ditetapkan juga bahwa jika ada tanah-tanah masyarakat yang masih dikuasai/digarap atau dimiliki dengan sesuatu hak tertentu harus diberikan GANTI RUGI. Ketentuan ini tentu saja sudah tidak sesuai lagi jika dilihat dari aspek HAM dan Pemberdayaan Masyarakat. Masyarakat yang telah terlebih dahulu menguasai, menggarap dan mengusahakan tanahnya sebelum OB ditetapkan sebagai pemegang HPL Pulau Batam hanya diberi satu pilihan mati yaitu GANTI RUGI, tidak ada satu alternative lainpun jika masyarakat tidak bersedia di GANTI RUGI. Bagi masyarakat yang tidak bersedia menerima ganti rugi atau tanahnya tidak mau dibebaskan adalah tidak diakuinya hak-hak keperdataannya, terbukti dengan ditolaknya permohonan hak masyarakat tersebut jika mereka memohon hak atas tanah kepada instansi BPN.

Permasalahan-permasalahan yang penulis sajikan ini hanya sebagian kecil dari beberapa permasalahan yang terjadi dan mungkin akan terjadi dikemudian hari jika keadaan ini tidak segera diperhatikan atau dipikirkan mulai sekarang. Disarankan agar semua pihak yang berkepentingan seperti OB, Pemko Batam, DPRD Kota Batam, Pelaku Usaha, BPN, Notaris/PPAT duduk satu meja dengan satu visi yang sama yaitu menjadikan tanah dimanapun letaknya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam arti sesungguhnya sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.
Powered By Blogger