Friday, March 30, 2007

REGENERASI KEPEMIMPINAN

Jabatan bukan warisan melainkan suatu amanah, begitu inti dari berita home page bpn.go.id yang saya baca hari, kemudian dari berita pelantikan 23 orang pejabat eselon II, III, dan IV dilingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI) ini, juga disampaikan bahwa bagi para pejabat yang baru dilantik dan menduduki jabatan baru dan mungkin juga diwilayah yang baru dituntut untuk bekerja keras dengan keikhlasan batin yang tinggi dan pikiran yang jernih, berdasarkan prinsip ini maka tugas yang berat menjadi ringan, tugas yang berat menjadi kenikmatan, tugas yang berat menjadi hikmah dan tugas yang berat itu menjadi ibadah.

Sebagaimana kita lihat bersama, sejak tanggal 21 Juni 2006, Bapak Joyo Winoto, Ph.D selaku Kepala BPN-RI telah melaksanakan pergantian, pemutasian, dan mempromosikan pejabat dilingkungan BPN-RI, mulai dari pejabat esselon I sampai V, hal ini dilakukan beliau dalam rangka melaksanakan salah satu agenda besar dari sebelas agenda BPN-RI, yaitu penataan kelembagaan. Penataan kelembagaan ini mutlak dilakukan untuk mengantisipasi dan menyikapi perluasan dan pendalaman tanggungjawab yang dipikul oleh BPN-RI, sehingga diharapkan BPN-RI menjadi organisasi yang semakin baik, semakin bertanggungjawab dan tentunya semakin dipercaya oleh rakyat Indonesia.

Menyikapi fenomena baru yang dilakukan oleh Bapak Joyo Winoto, Ph.D ini, mungkin mengagetkan bagi sebagian besar pejabat, khususnya pejabat-pejabat di daerah mulai dari Kakanwil BPN Propinsi, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan pejabat dijajaran bawahnya, seperti Kepala Seksi dan Kepala Sub Bagian Tata Usaha. Sebelumnya jabatan bagi sebagian besar orang BPN seolah-olah adalah sebuah warisan bukan suatu amanah, sehingga terlihat jelas bagi kita semua insan pertanahan di negeri ini atau mungkin juga kita pernah mengalaminya, bagaimana jabatan itu melekat dan bertahan pada diri seorang pejabat BPN, saat itu, bagi generasi di bawahnya, memperoleh jabatan atau mendapat promosi laksana mengharapkan setetes air di gurun sahara.

Melihat fenomena ini, saya teringat dengan sebuah cerita.
Tatkala Umar bin Khatab RA diangkat menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, tugas besar pertama yang dilakukannya adalah mengganti panglima perang Khalid bin Walid dengan Abu Ubaidah. Pergantian ini dilakukan pada saat Khalid bin Walid sedang melaksanakan tugas di medan perang Yarmuk melawan pasukan Romawi.

Sejarah mencatat, sejak Khalid bin Walid diangkat menjadi panglima perang pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, hampir seluruh pertempuran dimenangkannya, namun pada saat Khalid bin Walid sedang dipuncak dan meraih prestasi yang gemilang inilah Khalifah Umar bin Khatab menggantinya, hal ini dilakukannya karena Umar melihat dari sudut ketauhidan, fenomena umat Islam sudah mulai bergeser dalam memandang Khalid bin Walid.

Di dalam buku Al-Bidayah wan Nihiyah, Ibnu Katsir menceritakan :
Ketika berita pergantian panglima perang ini disampaikan kepada Khalid bin Walid, Khalid berkata kepada Abu Ubaidah penggantinya :
Khalid : “ semoga Allah memberikan rahmat kepada Anda, mengapa Anda tidak menyampaikannya kepada saya waktu berita itu Anda terima…? ”
Abu Ubaidah : “ saya tidak ingin mengganggu Anda yang sedang berperang ”.
Khalid : “ saya tidak mengharapkan kekuasaan, dan saya bukan bekerja untuk dunia, saya tidak melihat ada yang akan hilang atau putus dengan pergantian jabatan ini ”.

Dari peristiwa ini dapat dipetik beberapa hal : pertama : sikap Khalifah Umar bin Khatab mengganti Khalid bin Walid bukan dilandasi kedengkian dan kebencian, tetapi karena alasan akidah, sebagaimana perkataan Umar kepada Khalid “ Demi Allah, wahai Khalid, sesungguhnya engkau sangat kumuliakan dan kucintai ”. Kedua : Abu Ubaidah tidak merasa sombong dan congkak atau merasa lebih baik dari Khalid setelah diangkat menjadi panglima perang, tetapi malah sering meminta masukan dari Khalid tentang strategi perang ”. Khalid pun tidak merasa rendah diri atau kalah ketika jabatannya dicopot oleh Umar, bahkan mendoakan dan memberikan dukungan kepada Abu Ubaidah. Ketiga : baik Khalid maupun Ubaidah dalam pergantian ini tidak memperlihatkan sedikitpun rasa permusuhan ataupun persaingan, mereka tetap mengedepankan hubungan persaudaraan. Keempat : bahwa orientasi tugas yang mereka laksanakan bukan untuk sesuatu, melainkan karena Allah.

Kemudian, bisakah kita orang-orang BPN-RI memaknai bahwa pergantian jabatan, alih tugas, mutasi dan promosi seperti makna dari peristiwa masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khatab tadi…?, wallahualam...., tetapi karena pada prinsipnya, jabatan adalah AMANAH, bukan WARISAN, seharusnya dan selayaknyalah kita memaknainya seperti itu. Indah dan nikmat rasanya jika rasa tanggung jawab kepada rakyat, Negara dan Allah kita kedepankan dalam mengemban tugas-tugas bidang pertanahan yang diberikan dan dibebankan dipundak kita sebagai suatu amanah.

(bahan diperoleh dari : situs resmi BPN-RI (bpn.go.id) dan Buletin Jum’at.YLKM Indonesia)
Powered By Blogger